Oleh
:Prihandoyo Kuswanto
Ketua Rumah Panca Sila .
Keputusan
Presiden Republik Indonesia nomor 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir nya
Pancasila 1 Juni , wajib digugat sebab bung Karno sendiri menolak disebut
sebagai pencipta Pancasila , menjadikan lahir nya Pancasila 1 Juni justru
menjadikan Pancasila sangat dangkal seakan-akan Pancasila itu ciptaan Bung
Karno , padahal Bung Karno sendiri menolak disebut pencipta Pancasila sebab
kata Bung Karno “Aku tidak mencipta Panca
SilaSaudara-saudara. Sebab sesuatu dasar negara ciptaan tidak akan tahan lama.
Ini adalah satu ajaran yang dari mula-mulanya kupegang teguh. Jikalau engkau
hendak mengadakan dasar untuk sesuatu negara, dasar untuk sesuatu wadah –
jangan bikin sendiri, jangan anggit sendiri, jangan karang sendiri. Selamilah
sedalam-dalamnya lautan daripada sejarah! Gali sedalam-dalamnya bumi daripada
sejarah!.....” jadi dasar suatu negaraitu bukan dibuat sendiri oleh bung Karno
.
APA SEBAB NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN PANCA SILA?Cuplikan Amanat
PJM Presiden Soekarnopada tanggal 24 September 1955di Surabaya
........... “ Aku ingin membentuk
satu wadah yang tidak retak, yang utuh, yang mau menerima semua masyarakat
Indonesia yang beraneka-aneka itu dan yang masyarakat Indonesia mau duduk pula
di dalamnya, yang diterima oleh Saudara-saudara yang beragama Islam, yang
beragama Kristen Katolik, yang beragama Kristen Protestan, yang beragama
Hindu-Bali, dan oleh saudarasaudara yang beragama lain, – yang bisa diterima
oleh saudarasaudara yang adat-istiadatnya begitu, dan yang bisa diterima
sekalian saudara.
Aku tidak mencipta Panca SilaSaudara-saudara. Sebab sesuatu dasar negara ciptaan tidak akan tahan lama. Ini adalah satu ajaran yang dari mula-nulanya kupegang teguh. Jikalau engkau hendak mengadakan dasar untuk sesuatu negara, dasar untuk sesuatu wadah – jangan bikin sendiri, jangan anggit sendiri, jangan karang sendiri. Selamilah sedalam-dalamnya lautan daripada sejarah! Gali sedalam-dalamnya bumi daripada sejarah!
Aku melihat masyarakat Indonesia, sejarah rakyat Indonesia. Dan aku menggali lima mutiara yang terbenam di dalamnya, yang tadinya lima mutiara itu cemerlang tetapi oleh karena penjajahan asing yang 350 tahun lamanya, terbenam kembali di dalam bumi bangsa Indonesia ini.
Aku
oleh sekolah Tinggi Universitas Gajah Mada dianugerahi titel Doktor Honoris
(titel Doktor kehormatan) dalam ilmu ketatanegaraan. Tatkala promotor Prof.
Mr. Notonegoro mengucapkan pidatonya pada upacara pemberian titel Doktor
Honoris Causa, pada waktu itu beliau berkata: “Saudara Soekarno, kami menghadiahkan
kepada saudara titel kehormatan Doktor Honoris Causa dalam ilmu ketatanegaraan,
oleh karena saudara pencipta Panca Sila”.
Di dalam jawaban itu aku berkata: “Dengan terharu aku menerima titel Doktor Honoris Causa yang dihadiahkan kepadaku oleh Universitas Gajah Mada, tetapi aku tolak dengan tegas ucapan Profesor Notonegoro, bahwa aku adalah pencipta Panca Sila”.
Aku bukan pencipta Panca Sila. Panca Sila diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Aku hanya menggali Panca Sila daripada buminya bangsa Indonesia. Panca Sila terbenam di dalam bumi bangsa Indonesia 350 tahun lamanya, aku gali kembali dan aku sembahkan Panca Sila ini di atas persada bangsa Indonesia kembali.
Tidak benar Saudara-saudara, bahwa kita sebelum ada Bung Karno, sebelum ada Republik Indonesia – sebenarnya telah mengenal akan – Panca Sila? Tidakkah benar kita dari dahulu mula, telah mengenal Tuhan, hidup di dalam alam Ketuhanan Yang Maha Esa? Kita dahulu pernah mengUu-aikan hal ini panjang lebar. Bukan anggitan baru. Bukan karangan baru. Tetapi sudah sejak dari dahulu mula bangsa Indonesia adalah satu bangsa yang cinta kepada Ketuhanan.
Yah kemudian Ketuhanannya itu disempurnakan oleh agama-agama. Disempurnakan oleh Agama Islam, disempurnakan oleh agama Kristen. Tetapi dari dahulu mula kita memang adalah satu bangsa yang berketuhanan. Demikian pula, tidakkah benar bahwa kita ini dari dahulu mula telah cinta kepada Tanah Air dan Bangsa? Hidup di dalam alam kebangsaan?
Dan bukan saja kebangsaan kecil, tetapi kebangsaan Indonesia. Hai engkau pemuda-pemuda, pernah engkau mendengar nama kerajaan Mataram? Kerajaan Mataram yang membuat candi Prambanan, candi Borobudur? Kerajaan Mataram ke-2 di waktu itu di bawah pimpinan Sultan Agung Hanjokrokusurno? Tahukah Saudara-saudara akan arti perkataan Mataram? Jikalau tidak tahu, maka aku akan berkata kepadamu “Mataram berarti Ibu”. Masih ada persamaan perkataan Mataram itu misalnya perkataan Mutter di dalam bahasa Jerman – Ibu. Mother dalam bahasa Inggeris – Ibu. Moeder dalam bahasa Belanda – Ibu. Mater dalam bahasa Latin – Ibu. Mataram berarti Ibu.
Demikian
kita cinta kepada Bangsa dan Tanah air dari zaman dulu mula, sehingga negeri
kita, negara kita, kita putuskan Mataram.
Rasa kebangsaan, bukan rasa baru bagi kita. Mungkinkah kita mempunyai kerajaan seperti kerajaan Majapahit dan Sriwijaya dahulu, jikalau kita tidak mempunyai rasa kebangsaan yang berkobar-kobar di dalam dada kita?
Yaah kata pemimpin besar yang bernama Gajah Mada, Sang Maha Patih Ihino Gajah Mada. Benar kita mempunyai pemimpin besar itu. Benar pemimpin besar itu telah bersumpah satu kali “tidak akan makan kelapa, jikalau belum scgenap kepulauan Indonesia tergabung di dalam satu negara yang besar”. Benar kita mempunyai pemimpin yang besar itu. Tetapi apakah pemimpin inikah yang sebenarnya pencipta daripada kesatuan kerajaan Majapahit? Tidak!
Pemimpin besar sekadar adalah sambungan lidah daripada rasanya rakyat jelata. Tidak ada satu orang pemimpin besar, walaupun besarnya bagaimanapun juga, – bisa membentuk satu negara yang sebesar Majapahit ialah satu negara yang besar, yang wilayahnya dari Sabang sampai ke Merauke, – bahkan sampai ke daerah Philipina sekarang.
Katakanlah Bung Karno pemimpin besar atau pemimpin kecil – pemimpin gurem atau pemimpin yang bagaimanapun, – tetapi jikalau ada orang yang berkata: “Bung Karno yang mengadakan negara Republik Indonesia”. Tidak benar!!! Janganpun satu Soekarno sepuluh Soekarno, seratus Soekarno, seribu Soekarno – tidak akan bisa membentuk negara Republik Indonesia, jikalau segenap rakyat jelata Republik Indonesia tidak berjuang mati-matian!”
Kemerdekaan adalah hasil daripada perjuangan segenap rakyat. Maka itu pula menjadi pikiran Bapak, Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, – tetapi milik kita semua dari Sabang sampai ke Merauke! Perjuangan untuk merebut kemerdekaan ini dijalankan oleh semua bangsa Indonesia.
Aku
melihat di dalam daerah-daerah yang kukunjungi, di manapun aku datang, aku
melihat Taman-taman Pahlawan. Bukan saja di bagian-bagian yang beragama Islam,
tetapi juga di bagian-bagian yang beragama Kristen. Aku melihat Taman-taman
Pahlawan di mana-mana. Di sini di Surabaya, pada tanggal 10 November tahun 1945,
siapa yang berjuang di sini?
Segenap pemuda-pemudi, kiai, kaum buruh, kaum tani, segenap rakyat Surabaya berjuang dengan tiada perbedaan agama, adat-istiadat,golongan atau suku.
Rasa kebangsaan kita sudah dari sejak zaman dahulu, demikian pula rasa perikemanusiaan. Kita bangsa Indonesia adalah satu-satunya bangsa di dalam sejarah dunia ini, satu-satunya bangsa yang tidak pernah menjajah bangsa lain adalah bangsa Indonesia. Aku tentang orang-orang ahli sejarah yang bisa membuktikan bahwa bangsa Indonesia pernah menjajah kepada bangsa lain.
Apa
sebab? Oleh karena bangsa Indonesia berdiri di atas dasar perikemanusiaan sejak
dari zaman dahulu. Dari zaman Hindu, kita sudah mengenal perikemanusiaan.
Disempurnakan lagi rasa perikemanusiaan itu dengan agama-agama yang kemudian.
Di
dalam zaman Hindu kita telah mengenal ucapan: “Tat Twam Asi”. Apa artinya Tat
Twam Asi? Tat Twam Asi berarti “Aku
adalah dia, dia adalah aku”. Dia pakai, aku ikut pakai. Dia senang, aku
ikut senang. Aku senang, dia ikut senang. Aku sakit, dia ikut sakit. Tat Twam Asi
– perikemanusiaan.
Kemudian
datanglah di sini agama Islam, mengajarkan kepada perikemanusiaan pula. Malah
lebih sempurna. Diajarkan kepada kita akan ajaran-ajaran fardhu kifayah,
kewajiban-kewajiban yang dipikulkan kepada seluruh masyarakat. Misalnya jikalau
ada orang mati di kampungmu, dan kalau orang mati itu tidak terkubur, – siapa
yang dianggap berdosa, siapa yang dikatakan berdosa, siapa yang akan mendapat
siksaan daripada dosa itu? Bukan sekadar kerabat famili daripada sang mati itu.
Tidak! Segenap masyarakat di situ ikut tanggung jawab.
Demikian pula bagi agama Kristen. Tidakkah di dalam agama Kristen itu kita diajarkan cinta kepada Tuhan, lebih daripada segala sesuatu dan cinta kepada sesama manusia, sama dengan cinta kepada diri kita sendiri? “Hebs U naasten lief gelijk U zelve. God boven alles”. Jadi rasa kemanusiaan, bukan barang baru bagi kita.
Demikianlah pula rasa kedaulatan rakyat. Apa sebab pergerakan Nasional Indonesia laksana api mencetus dan meledakkan segenap rasa kebangsaan Indonesia? Oleh karena pergerakan nasional Indonesia itu berdiri di atas dasar kedaulatan rakyat. Engkau ikut berjuang! Dari dahulu mula kita gandrung kepada kedaulatan rakyat. Apa sebab engkau ikut berjuang? Oleh karena engkau merasa memperjuangkan dasar kedaulatan rakyat.
Bangsa
Indonesia dari dahulu mula telah mengenal kedaulatan rakyat, hidup di dalam
alam kedaulatan rakyat. Demokrasi bukan barang baru bagi kita. Demikian pula
cita-cita keadilan social, – bukan cita-cita baru bagi kita. Jangan kira, bahwa
cita-cita keadilan sosial itu buatan Bung Karno, Bung Hatta, atau komunis, atau
kaum serikat rakyat, kaum sosialis. Tidak!
Dari dahulu mula bangsa Indonesia ini cinta kepada keadilan sosial. Kalau zaman dahulu, kalau ada pemberontakan, – Saudara-saudara berhadapan dengan pemerintah Belanda, – semboyannya selalu “Ratu Adil”,ratu adil para marta. Sama rata, sama rasa. Adil, adil, itulah yang menjadi gandrungnya jiwa bangsa Indonesia. Bukan saja di dalam alam pergerakan sekarang atau di dalam pergerakan alam nasional tetapi dari dulu mula.
Maka oleh karena itulah aku berkata, baik Ketuhanan Yang Maha Esa maupun Kebangsaan, maupun Perikemanusia-an, maupun Kedaulatan Rakyat, maupun Keadilan Sosial, bukan aku yang menciptakan. Aku sekadar menggali sila-sila itu. Dan sila-sila ini aku persembahkan kembali kepada bangsa Indonesia untuk dipakai sebagai dasar daripada wadah yang berisi masyarakat yang beraneka agama, beraneka suku, beraneka adat-istiadat. Inilah Saudara-saudara, maka di dalam sidang Dokuritu Zyunbi Tyousakai di dalam zaman Jepang, pertengahan tahun 1945 telah diadakan satu sidang daripada pemimpin-pemimpin Indonesia, dan di dalam sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai itu dibicarakan hal-hal ini.
Pertama apakah negara yang akan datang itu harus berdasar satu falsafah ataukah tidak? Semua berkata “harus berdasarkan satu falsafah”. Harus memakai dasar. Sebab kita melihat di dalam sejarah Dunia ini banyak sekali negara-negara yang tidak berdasar, lantas berbuat jahat, oleh karena tidak mempunyai ancer-ancer hidup bagi rakyatnya.
Kita melihat negara-negara yang besar. Tetapi oleh karena tidak mempunyai ancer-ancer hidup, tidak mempunyai dasar hidup dengan sedih kita melihat bahwa negara-negara itu berbuat sesuatu yang sebenarnya melanggar kepada kedaulatan dan perikemanusiaan.
Di dalam sidang Dokuritzu Zunbi Tyousakai itu memutuskan akan memberi dasar kepada negara. Akhirnya saya mempersembahkan Panca Sila. Dan syukur Alhamdulillah sidang menerimanya. Dan tatkala kita memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dasar ini yang dipakai.
Dan aku berkata oleh karena dasar ini – segenap rakyat Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke menyambut proklamasi itu dengan gegap-gempita. Disambut oleh kaum alim ulama, disambut oleh kaum buruh, disambut oleh kaum tani, disambut oleh Saudara-saudara yang berdiam di Aceh, disambut oleh Saudara-saudara yang berdiam di Minangkabau, disambut oleh Saudara-saudara yang berdiam di Flores, disambut oleh Saudara-saudara yang berdiam di Kalimantan, disambut oleh Saudara-saudara yang berdiam di Bali, disambut oleh segenap rakyat Indonesia.
Aku baru pulang dari Bali – tahukah penyambutan rakyat Bali yang beragama Hindu Bali itu terhadap kepada proklamasi kemerdekaan Indonesia? Rakyat Bali, hidup di dalam alam perjuangan yang hebat. Ada satu tempat kecil di Bali, misalnya namanya Tabanan. Yah kalau dibandingkan dengan di siniTabanan itu barangkali hanya sebesar Waru, atau sebesar Tulangan, sebesar Prambon. Di Tabanan itu saja di dalam tahun 1951 diresmikan satu Taman Pahlawan, yang di dalam Taman Pahlawan itu 680 jenazah
Demikian pula di ternpat yang lain-lain. Memang rakyat Bali menyambut proklamasi ini dengan gegap-gempita. Agamanya adalah Hindu – Bali. Tetapi mereka menyambut proklamasi ini ialah oleh karena proklamasi ini didasarkan kepada Panca Sila. Pendek kata tatkala usul saya kepada Dokuritu Zunbi Tyoosakai itu diterima oleh sidang dan kemudian dipakai sebagai dasar negara Republik Indonesia, tak putus-putus aku mengucapkan syukur kepada Tuhan. Inilah dasar yang menjamin keutuhan bangsa kita yang beraneka agama, yang beraneka adat-istiadat, yang beraneka suku.......”
Dari
uraian pidato Bung Karno diatas sudah jelas Pancasila bukan ciptaan Bung Karno
Pancasila sudah ada pada bangsa ini sejak dulu kala , bahkan bung karno
menguraikan Ke Tuhanan Yang Maha Esa sejak dulu kala nenek moyang kita sudah
Ber Tuhan yang kemudian datanglah agama-agama langit yang menyempurnakan nya
,Rupa nya PDIP salah tafsir tentang pemikiran Pancasila bung Karno sehingga
Pancasila 1 Juni dijadikan visi dan ADART Partai nya , menjadi vatal ketika
ingin merubah Pancasila dengan Trisila , Ekasila dan Gotong Royong , padahal
kesepakatan Bung Karno dan para Pendiri negara bangsa di BPUPKI /PPKI adalah
final rumusan Pancasila yang ada di Pembukaan UUD 1945 alenea ke IV yang
menjadi kesepakatan dan di sahkan PPKI 18 Agustus 1945 . Dan Pancasila yang ada
di alenea Ke IV tentu beda dengan Pancsila konsep yang di tawarkan Bung Karno
sebab telah banyak dilakukan perubahan urutan , Frasa kata ,dan jelas makna nya
berbeda .Oleh sebab itu merubah Pancasila yang ada di Pembukaan UUD 1945 alenea
ke IV adalah tidakan makar terhadap Pancasila sebagai dasar Indonesia Merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar