Minggu, 29 April 2018


KETIKA DUNIA MELIRIK PANCASILA ,KITA MEMELUK NEO LIBERALISME


oleh Prihandoyo Kuswanto


 Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada faham liberalisme. Padahal, negara Indonesia—seperti ditegaskan dalam pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBB—menganut faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat.

 Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Hak asasi manusia (HAM) dengan keliru diterjemahkan dengan boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya faham liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat Indonesia. Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa dan rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian.
 Akibatnya, seperti terlihat saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para elite politik tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan kelompoknya semata. Dalam kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri.

 Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari solusi dari persoalan tersebut. Dalam pandangan hidup terkandung konsep mengenai dasar kehidupan yang dicita-citakan suatu bangsa. Juga terkandung pikiran-pikiran terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dicita-citakan. Pada akhirnya pandangan hidup bisa diterjemahkan sebagai sebuah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa yang diyakini kebenarannya serta menimbulkan tekad bagi bangsa yang bersangkutan untuk mewujudkannya. Karena itu, dalam pergaulan kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia tidak bisa begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan bangsa lain, tanpa menyesuaikan dengan pandangan hidup dan kebutuhan bangsa Indonesia sendiri. Bangsa dan rakyat Indonesia sangat patut bersyukur bahwa founding fathers telah merumuskan dengan jelas pandangan hidup bagi bangsa dan rakyat Indonesia yang dikenal dengan nama Pancasila. Bahwa Pancasila telah dirumuskan sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia. Juga sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia.

 Karena itu, Pancasila tak bisa terlepas dari tata kehidupan rakyat sehari-hari mengingat Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita moral yang meliputi seluruh jiwa dan watak yang telah berurat-berakar dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Kebudayaan bangsa Indonesia sejak dahulu kala telah menegaskan bahwa hidup dan kehidupan manusia bisa mencapai kebahagiaan jika dikembangkan secara selaras dan seimbang baik dalam pergaulan antar anggota masyarakat selaku pribadi, hubungan manusia dengan komunitas, hubungan dengan alam, maupun hubungan dengan Sang Khalik. Negara Republik Indonesia memang tergolong masih muda dalam pergaulan dunia sebagai bangsa yang merdeka.

Tetapi, perlu diingat, sejarah dan kebudayaan bangsa Indonesia telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Kebesaran dan kegemilangan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, atau Mataram, menjadi bukti nyata. Kekuasaan kerajaan-kerajaan di Nusantara bahkan sampai negeri seberang. Sayangnya, masa emas kerajaan-kerajaan tersebut hilang dan berganti dengan kehidupan masa kolonialisme dan imperialisme. Selama tiga setengah abad bangsa dan rakyat Indonesia hidup dalam kegelapan dan penderitaan. Baru pada 17 Agustus 1945, bangsa dan rakyat Indonesia dapat kembali menegakan kepala melalui proklamasi kemerdekaan. Jadi, Pancasila bukan mendadak terlahir pada saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tetapi melalui proses panjang sejalan dengan panjangnya perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Pancasila terlahir dalam nuansa perjuangan dengan melihat pengalaman dan gagasan-gagasan bangsa lain, tetapi tetap berakar pada kepribadian dan gagasan-gagasan bangsa Indonesia sendiri.

Oleh sebab itu, Pancasila bisa diterima sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Sejarah telah mencatat, kendati bangsa Indonesia pernah memiliki tiga kali pergantian UUD, tetapi rumusan Pancasila tetap berlaku di dalamnya. Kini, yang terpenting adalah bagaimana rakyat, terutama kalangan elite nasional, melaksanakan Pancasila dalam segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan lagi menjadikan Pancasila sekadar rangkaian kata-kata indah tanpa makna. Jika begitu, maka Pancasila tak lebih dari rumusan beku yang tercantum dalam Pembukaan UUD ’45. Pancasila akan kehilangan makna bila para elite tidak mau bersikap atau bertindak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bila Pancasila tidak tersentuh dengan kehidupan nyata, Pancasila tidak akan bergema. Maka, lambat-laun pengertian dan kesetiaan rakyat terhadap Pancasila akan kabur dan secara perlahan-lahan menghilang. Maka, guna meredam pengaruh dari luar perlu dilakukan akulturasi kebudayaan. Artinya, budaya dari luar disaring oleh budaya nasional sehingga output yang dikeluarkan seusai dengan nilai dan norma bangsa dan rakyat Indonesia. Memang masuknya pengaruh negatif budaya asing tidak dapat lagi dihindari, karena dalam era globalisasi tidak ada negara yang bisa menutup diri dari dunia luar. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia harus mempunyai akar-budaya dan mengikat diri dengan nilai-nilai agama, adat istiadat, serta tradisi yang tumbuh dalam masyarakat.

Di depan Sidang Umum PBB, 30 September 1960, Presiden Soekarno menegaskan bahwa ideologi Pancasila tidak berdasarkan faham liberalisme ala dunia Barat dan faham sosialis ala dunia Timur. Juga bukan merupakan hasil kawinan keduanya. Tetapi, ideologi Pancasila lahir dan digali dari dalam bumi Indonesia sendiri. Secara singkat Pancasila berintikan Ketuhanan Yang Maha Esa (sila pertama), nasionalisme (sila kedua), internasionalisme (sila ketiga), demokrasi (sila keempat), dan keadilan sosial (sila kelima). Dalam kehidupan kebersamaan antar bangsa di dunia, dalam era globalisasi yang harus diperhatikan, pertama, pemantapan jatidiri bangsa.

Kedua, pengembangan prinsip-prinsip yang berbasis pada filosofi kemanusiaan dalam nilai-nilai Pancasila, antara lain: Perdamaian—bukan perang.  Demokrasi—bukan penindasan.  Dialog—bukan konfrontasi.  Kerjasama—bukan eksploitasi.  Keadilan—bukan standar ganda. Tata nilai universal yang dibawa arus globalisasi saat ini sebenarnya tak lebih nilai-nilai Pancasila dalam artian yang luas. Cakupan dan muatan globalisasi telah ada dalam Pancasila. Karena itu, mempertentangkan ideologi Pancasila dengan ideologi atau faham lain tak lebih dari sekadar kesia-siaan belaka. Selain itu, selama masih terjadi pergulatan pada faham dan pandangan hidup, bangsa dan rakyat Indonesia akan terus berada dalam kekacauan berpikir dan sikap hidup.
Menggantikan Pancasila sebagai dasar negara tidak mungkin karena faham lain tidak akan mendapat dukungan bangsa dan rakyat Indonesia. Pancasila dapat ditetapkan sebagai dasar negara karena sistem nilainya mengakomodasi semua pandangan hidup dunia internasional tanpa mengorbankan kepribadian Indonesia. Sesungguhnya, Pancasila bukan hanya sekadar fondasi nasional negara Indonesia, tetapi berlaku universal bagi semua komunitas dunia internasional. Kelima sila dalam Pancasila telah memberikan arah bagi setiap perjalanan bangsa-bangsa di dunia dengan nilai-nilai yang berlaku universal. Tanpa membedakan ras, warna kulit, atau agama, setiap negara selaku warga dunia dapat menjalankan Pancasila dengan teramat mudah. Jika demikian, maka cita-cita dunia mencapai keadaan aman, damai, dan sejahtera, bukan lagi sebagai sebuah keniscayaan, tetapi sebuah kenyataan. Mengapa? Karena cita-cita Pancasila sangat sesuai dengan dambaan dan cita-cita masyarakat dunia. Bukankah kondisi dunia yang serba carut-marut seperti sekarang ini diakibatkan oleh faham-faham di luar Pancasila? Bukankah secara de facto faham komunisme telah gagal dalam memberikan kedamaian dan kesejahteraan bagi rakyat Uni Soviet? Bukankah faham liberalisme banyak mendapat tentangan dari negara-negara berkembang? Era globalisasi kiranya menjadi momentum yang sangat baik guna membangun tatanan dunia baru yang terlepas dari hingar-bingar perang dan kekerasan. Saat ini menjadi momentum yang sangat berharga bagi semua warga dunia untuk menghilangkan chauvinisme dan mengarahkan pandangan kepada Pancasila. Bahwa nilai-nilai luhur Pancasila yang taken for granted dapat menciptakan kondisi dunia menuju suasana yang aman, damai, dan sejahtera. Dunia menjadi aman, sesuai nilai Pancasila, karena setiap negara di dunia menghargai dan menghormati kedaulatan setiap negara lain. Kedamaian dunia tercipta, karena Pancasila sangat menentang keras peperangan dan setiap tindak kekerasan dari satu negara kepada negara lain. Dan, kesejahteraan dunia bisa tercapai, sesuai nilai-nilai Pancasila, karena kesetaraan setiap negara di dunia sangat membuka peluang kerja sama antar negara dalam suasana yang tulus, tidak dalam sikap saling curiga, serta tidak saling memusuhi.

INDUSTRIALISASI POLITIK &DEMOKRASI LIBERAL SERTA PUPUSNYA NASIONALISME KEBANGSAAN INDONESIA

OLEH :PRIHANDOYO KUSWANTO
KETUA RUMAH PANCA SILA
Sejak bergulir nya Reformasi dan tumbang nya Orde Baru ,tanpa disadari telah terjadi perubahan perpolitikan dan demokrasi di negeri ini ,perubahan ini membawah arah yang positif disatu sisi juga tidak sdikit unsur negative nya .
Dalam perubahan politik telah terjadi perubahan yang mendasar,politik tidak membawah dan membangun karakter kebangsaan , justru politik menjadi Industrialisasi , hal ini ditandai dengan politik pecitraan yang dibangun oleh setiap insan politik dan elit nya .
Munculnya politik pencitraan ini dibarengi dengan munculnya konsultan-konsultan politik, yang siap memoles apa saja yang diinginkan oleh kandidat , walau dalam sejarahnya sang kandidat berperilaku buruk, seseorang kandidat tidak lagi diperlukan perjuangan dari bawah , tetapi cukup memyediakan uang untuk merubah wajah calon kandidat.
politik pencitraan ini telah di praktekan pertama kali oleh SBY dengan mengunakan Fox Indonesia sebagai konsultan dalam Pilpres tahun 2009 yang lalu dan hasil nya SBY bisa memenangkan pilpres
Ciri-ciri dari Industrialisasi politik dan demokrasi adalah adanya sebuah proses yang diawali dengan merubah image seseorang yang dilakukan konsultan pencitraan , bak produk dilakukan rekayasa sikap dan perilaku seorang kadindat agar mempunyai daya jual , dan image yang berupa topeng ,santun, berwibawa,jujur, amanah , semua simbul-simbul yang diinginkan masyarakat di tempelkan pada wajah kadindat .
Langka selanjut nya adalah memasarkan maka konsultan marketing mulai banyak menawarkan jasa nya , bak barang dagangan memasarkan seseorang yang telah dipoles dengan berbagai cara ,memasang iklan , membuat acara-acara yang bisa menarik masyarakat
Untuk mengukur elektabilitas apakah seorang kandidat telah berhasil dalam pemasaran nya selanjutnya dilakukan penjajakan yang sering dilakukan dengan survey jajak pendapat ,apa bila hasil jajak pendapat kurang memuaskan maka akan dilakukan berbaikan produk dan mengetahui titik kelemahan selanjut nya perlu ada nya perbaikan .Survey ini juga bisa untuk mengetahui dan mengukur kekuatan-kekuatan produk lain
Ketika proses pencarian pemimpin ini sudah menelan begitu saja yang serba Amerika dan meninggalkan segala system yang telah dibangun oleh pendiri bangsa ,maka pertanyaan besar yang harus dijawab adalah di mana proses pembangunan karakter kebangsaan kita ? dalam system yang dibangun bak proses produksi maka dibutuhkan biaya investasi yang sangat besar ,tentunya dalam produksi dan proses Industrialisasi politik dan demokrasi ini dengan investasi yang basar tidak mungkin investasi itu tidak diharapkan kembali dan untung,maka sering kita melihat ketika seorang yang telah selesai menjabat langka seanjut nya mereka masuk penjarah ditangkap KPK akibat korupsi untuk mengembalikan investasi dalam pemilihan nya sebagai kepala daerah nya.
Fenomena Idustrialisasi politik dan demokrasi dewasa ini telah memerosotkan karakter kebangsaan , dalam perkembangan delapan belas tahun terakhir sejak reformasi digulirkan telah merubah tatanan kebangsaan kita proses politik menelan begitu saja cara-cara Amerika yang dianggap paling baik ,bahkan jauh lebih liberal dari cara-cara Amerika , sementara meninggal kan dan mengubur budaya Pancasila sebagai dasar bernegara.
Dalam Industrialisasi politik dan demokrasi semua kekuatan berebut pengaruh dan berebut kekuasaan. namun, ketika para elite politik itu memperoleh
kekuasaan,tidak jelas apa yang mereka lakukan untuk perbaikan negeri ini.
Kekuasaaan akhirnya hanya menjadi instrumen mengeksploitasi sumber daya untuk kepentingan-kepentingan pragmatis yang berakibat merugikan kepentingan bangsa Indonesia .
Performa negara di era reformasi sekarang cenderung tidak memiliki landasan kokoh untuk membangun negara ber martabat. Proses dan mekanisme politik untuk menjadi pejabat publik pada institusi-institusi negara sarat dengan transaction cost yang tinggi.bahkan sudah menjadi indutrilisasi politik dan demokrasi ,keadaan ini sangat tidak menguntungkan bagi bangsa ini .
Belajar dari sejarah ,salah satu yang dilakukan Bung Karno pada waktu itu dan yang tidak dilakukan oleh Soeharto dan penggantinya samapai pada Jokowi ,adalah melakukan “character and nation building”. Siapa tak bangga pada waktu itu memiliki Presiden Indonesia Bung Karno? Pembangunan karakter bangsa adalah fondasi untuk memperbaiki krisis bangsa. Kalau karakter bangsa sudah rusak maka bangsa itu akan menjadi cemooh bangsa lain, diejek dan diremehkan oleh kekuatan asing. Pembangunan sosial, ekonomi, politik,kebudayaan memerlukan pembangunan karakter bangsa.
Berapa pun besar bantuan luar negeri dikucurkan, berapa pun hutang luar negeri diperoleh, berapa pun tenaga ahli dikirimkan akan sia-sia kalau bangsa Indonesia gagal melakukan “character and nation building”. Yang ada setelah tujuh puluh tiga tahun merdeka, hutang makin membumbung, korupsi makin merajalela, pejabat bisa dibeli, rasa persatuan sebagai bangsa mulai luntur, ke- kerasan antar suku dan antar agama menjamur. Bangsa Indonesia diremehkan dalam percaturan global bahkan menuju kelumpuhan sebagai bangsa semakin tidak berdaya .
Bermula dari Amandemen UUD 1945
Amandemen UUD 1945 telah merusak sistem nilai yang telah dibangaun susah payah ,dan pengorbanan yang begitu besar bukan hanya harta dan darah tetapi juga jutaan nyawa melayang dalam perjuangan mendirikan Indonesia dengan tata nilai yang dibangun atas dasar amanat penderitaan rakyat .Para elit tidak mau mengerti apa yang telah di bangun oleh pendiri negeri ini atas dasar amanat penderitaan rakyat , sehingga kekuasaan yang ada ditangan mereka saat ini tidak menjalankan amanat penderitaan rakyat ,bahkan tidak paham apa itu amanat penderitaan rakyat .
Cuplikan AMANAT PRESIDEN SOEKARNO
PADA ULANG TAHUN PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA, 17 AGUSTUS 1963 DI JAKARTA
Saya berdiri di sini sebagai warganegara Indonesia, sebagai patriot Indonesia, sebagai alat Revolusi Indonesia, sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, sebagai Pengemban Utama daripada Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia.
Kita semua yang berdiri dan duduk di sini harus merasakan diri kita sebagai pengemban Amanat Penderitaan Rakyat! Saya bertanya, sudahkah engkau semua, hai saudara-saudara!, engkau … engkau … engkau … engkau, sudahkah engkau semua benar-benar mengerti dirimu sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar menyadari dirimu sebagai pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar menginsyafi dirimu sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat, benar-benar merasakan dirimu, sampai ketulang-tulang-sungsummu, sebagai Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat?
Amanat Penderitaan Rakyat, yang menjadi tujuan perjuangan kita, sumber kekuatan dan sumber keridlaan berkorban daaripada perjuangan kita yang maha dahsyat ini? Sekali lagi engkau semua, engkau semua dari Sabang sampai Merauke! , sudahkah engkau semua benar-benar sadar akan hal itu?
“Dari Sabang sampai Merauke”, empat perkataan ini bukanlah sekedar satu rangkaian kata ilmu bumi. “Dari Sabang sampai Merauke” bukanlah sekedar menggambarkan satu geographisch begrip. “Dari Sabang sampai Merauke” bukanlah sekadar satu “geographical entity”. Ia adalah merupakan satu kesatuan kebangsaan. Ia adalah satu “national entity”. Ia adalah pula satu kesatuan kenegaraan, satu “state entity” yang bulat-kuat. Ia adalah satu kesatuan tekad, satu kesatuan ideologis, satu “ideological entity” yang amat dinamis. Ia adalah satu kesatuan cita-cita sosial yang hidup laksana api unggun, satu entity of social-consciousness like a burning fire.
Dan sebagai yang sudah saya katakan dalam pidato-pidato saya yang lalu, social consciousness kita ini adalah bagian daripada social consciousness of man. Revolusi Indonesia adalah kataku tempohari congruent dengan the social conscience of man!
Kesadaran sosial dari Rakyat Indonesia itulah pokok-hakekat daripada Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia. Amanat Penderitaan Rakyat Indonesia itu adalah dus bagian daripada social consciousness of mankind. Dus amanat Penderitaan Rakyat Indonesia adalah bagian daripada Amanat Penderitaan Rakyat daripada seluruh kemanusiaan!
Dus Amanat Penderitaan Rakyat kita bukanlah sekadar satu pengertian atau tuntutan nasional belaka.
Amanat Penderitaan Rakyat kita bukan sekedar satu “hal Indonesia”. Amanat Penderitaan Rakyat kita menjalin kepada Amanat Penderitaan Umat Manusia, Amanat Penderitaan Umat Manusia menjalin kepada Amanat Penderitaan Rakyat kita. Revolusi Indonesia menjalin kepada Revolusi Umat Manusia, Revolusi Umat Manusia menjalin kepada Revolusi Indonesia.
Pernah saya gambarkan hal ini dengan kata-kata: “there is an essential humanity in the Indonesian Revolution”. Pernah pula saya katakan bahwa Revolusi Indonesia mempunyai suara yang “mengumandang sejagad”, yakni bahwa Revolusi Indonesia mempunyai “universal voice”.
Menurut Renan (1823-1892), yang pendapatnya sering dikutip Bung Karno: ” Bangsa hadir karena ada kesamaan nasib dan penderitaan, serta adanya semangat dan tekad untuk berhimpun dalam sebuah “nation”. ….
Bangsa itu ialah suatu solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran, bahwa orang telah berkorban banyak, dan bersedia untuk memberi korban itu lagi…. Manusia itu bukanlah budak dari keturunannya (ras) atau dari bahasanya, atau dari agamanya, …..
Suatu kumpulan besar manusia, yang sehat jiwanya dan berkobarkobar hatinya, menimbulkan suatu kesadaran batin yang dinamakan bangsa”.Dengan demikian, bangsa hadir bukan dikarenakan adanya kesamaan budaya, suku, ras, etnisitas, agama dan pertimbangan-pertimbangan ikatan primodialisme yang lain, tetapi lebih menekankan pada adanya kesamaan nasib dan keinginan untuk hidup bersama dalam sebuah komunitas bangsa”
Dalam konteks demikian maka dengan perubahan sistem politik dan demokrasi yang telah berubah menjadi industri politik dan demokrasi liberal yang mampu melulu lantakan nilai-nilai berbangsa dan bernegara maka bangsa ini semakin terjebak pada pikiran pikiran yang serba pragmatis ,tanpa bisa lagi berfikir tentang paradigmatika kebangsaan nya.
Indonesia akan menjadi buih ditengah samudra yang tidak mempunyai jangkar karakter kebangsaan nya ,semakin hanyut diombang-ambingkan oleh yang nama nya Globalisasi , tidak lagi mampu berdiri apa lagi berjalan ,sebahagian besar kekayaan ibu pertiwi telah tergadaikan dan dikuasai oleh Asing ,Aseng dan Asu , yang tidak berfikir lagi bagaimana nasib anak cucu bangsa ini .
Tidak ada jalan penyelamat kecuali ada nya kesadaran untuk mengembalikan jati diri bangsa Indonesia Panca Sila dan UUD 1945 Proklamasi /dekrit 5 Juli 1959. Semua tergantung pada hati nurani kita masing-masing apakah kita akan berjuang atau kita puna sebagai bangsa .

Minggu, 04 Maret 2018

MENGEMBALIKAN NEGARA PROKLAMASI BERDASAR PREAMBULE UUD 1945.



MENGEMBALIKAN NEGARA PROKLAMASI BERDASAR PREAMBULE UUD 1945.


Saatnya Indonesia Menggugat.
Kegalauan kita sebagai bangsa hari hari ini semakin membuncah , semakin gemas dengan tingkah pola para pemimpin yang tidak pantas lagi diteladani , korupsi , intrik-intrik poitik yang idak memberi energi positif justru sebalik nya menjadikan bangsa ini karut-marut dan puncak nya hilang nya rasa kepercayaan sesama anak bangsa . hilang nya jati diri berbangsa dan bernegara .

Marilah kita merenungkan kembali apa yang perna di pidatokan oleh Bung Karno pada peringatan 17 Agustus 1963 . sebagai berikut .

...........”Dan sinar suryanya! Pada waktu kita berjalan, Proklamasi menunjukkan arahnya jalan. Pada waktu kita lelah, Proklamasi memberikan tenaga baru kepada kita. Pada waktu kita berputus asa, Proklamasi membangunkan lagi semangat kita. Pada waktu di antara kita ada yang nyeleweng, Proklamasi memberikan alat kepada kita untuk memperingatkan si penyeleweng itu bahwa mereka telah nyeleweng.
Pada waktu kita menang, Proklamasi mengajak kita untuk tegap berjalan terus, oleh karena tujuan terakhir memang belum tercapai.
Bahagialah rakyat Indonesia yang mempunyai Proklamasi itu; bahagialah ia, karena ia mempunyai pengayoman, dan di atas kepalanya ada sinar surya yang cemerlang! Bahagialah ia, karena ia dengan adanya Proklamasi yang perkataan-perkatannya sederhana itu, tetapi yang pada hakikatnya ialah pencetusan segala perasaan-perasaan yang dalam sedalam-dalamnya terbenam di dalam ia punya kalbu, sebenarnya telah membukakan keluar ia punya pandangan hidup, ia punya tujuan hidup, ia punya falsafah hidup, ia punya rahasia hidup, sehingga selanjutnya dengan adanya Proklamasi beserta anak kandungnya yang berupa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu, ia mempunyai pegangan hidup yang boleh dibaca dan direnungkan setiap jam dan setiap menit.
Tidak ada satu bangsa di dunia ini yang mempunyai pegangan hidup begitu jelas dan indah, seperti bangsa kita ini. Malah banyak bangsa di muka bumi ini, yang tak mempunyai pegangan hidup sama sekali!

Dengarkan sekali lagi bunyi naskah Proklamasi itu :
“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.”

Dan dengarkan sekali lagi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 :
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melak-sanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
“Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Demikianlah bunyi Proklamasi beserta anak kandungnya yang berupa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Alangkah jelasnya! Alangkah sempurnanya ia melukis-kan kita punya pandangan hidup sebagai bangsa, - kita punya tujuan hidup, kita punya falsafah hidup, kita punya rahasia hidup, kita punya pegangan hidup!
Karena itu maka Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu “pengejawantahan” kita punya isi jiwa yang sedalam-dalamnya, satu Darstellung kita punya deepest inner self. 17 Agustus 1945 mencetuskan keluar satu proklamasi kemerdekaan beserta satu dasar kemerdekaan. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebenarnya satu proclamation of independence dan satu declaration of independence.

Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu.
Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tak dapat dipisahkan satu dari yang lain.
Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah loro loroning atunggal.
Bagi kita, maka proclamation of independence berisikan pula declaration of independence.
Lain bangsa, hanya mempunyai proclamation of independence saja. Lain bangsa lagi, hanya mempunyai declaration of independence saja.

Kita mempunyai proclamation of independence dan declaration of independence sekaligus.
Proklamasi kita memberikan tahu kepada kita sendiri dan kepada seluruh dunia, bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka.
Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu.
Proklamasi kita adalah sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan kita, oleh karena seperti tadi saya katakan, Proklamasi kita itu adalah ledakan pada saat memuncaknya kracht total semua tenaga-tenaga nasional, badaniah dan batiniah - fisik dan moril, materiil dan spirituil.
Declaration of independence kita, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan kenegaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita.
Maka dari itulah saya tadi tandaskan, bahwa Proklamasi kita tak dapat dipisahkan dari declaration of independence kita yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaannya itu.
“Proklamasi” tanpa “declaration” berarti bahwa kemer-dekaan kita tidak mempunyai falsafah. Tidak mem-punyai dasar penghidupan nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidak mempunyai “raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu Pertiwi.
Sebaliknya, “declaration” tanpa “proklamasi”, tidak mempunyai arti. Sebab, tanpa kemerdekaan, maka segala falsafah, segala dasar dan tujuan, segala prinsip, segala “isme”, akan merupakan khayalan belaka, - angan-angan kosong-melompong yang terapung-apung di angkasa raya.
Tidak, Saudara-saudara! Proklamasi Kemerdekaan kita bukan hanya mempunyai segi negatif atau destruktif saja, dalam arti membinasakan segala kekuatan dan kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan bangsa kita, menjebol sampai ke akar-akarnya segala penjajahan di bumi kita, menyapu-bersih segala kolonialisme dan imperialisme dari tanah air Indonesia, - tidak, proklamasi kita itu, selain melahirkan kemerdekaan, juga melahirkan dan menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia
dalam arti seluas-luasnya :
. kepribadian politik,
. kepribadian ekonomi,
. kepribadian sosial,
. kepribadian kebudayaan,
pendek kata kepribadian nasional.Kemerdekaan dan kepribadian nasional adalah laksana dua anak kembar yang melengket satu sama lain, yang tak dapat dipisahkan tanpa membawa bencana kepada
masing-masing.........................
Sekali lagi, semua kita, terutama sekali semua pemimpin-pemimpin, harus menyadari sangkut-paut antara Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 :
. kemerdekaan untuk bersatu,
. kemerdekaan untuk berdaulat,
. kemerdekaan untuk adil dan makmur,
. kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum,
. kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
. kemerdekaan untuk ketertiban dunia,
. kemerdekaan perdamaian abadi,
. kemerdekaan untuk keadilan sosial,
. kemerdekaan yang berkedaulatan rakyat,
. kemerdekaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
. kemerdekaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
. kemerdekaan yang berdasarkan persatuan Indonesia;
. kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
. kemerdekaan yang mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
Semua ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, anak kandung atau saudara kembar daripada Proklamasi 17 Agustus 1945.
Bagi orang yang benar-benar sadar kita punya proclamation dan sadar kita punya declaration, maka Amanat Penderitaan Rakyat tidaklah khayalan atau abstrak.
Bagi dia, Amanat Penderitaan Rakyat terlukis cetha wela-wela (sangat nyata dan jelas) dalam Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945.
Bagi dia, Amanat Penderitaan Rakyat adalah konkrit-mbahnya-konkrit. Bagi dia, - dus bukan bagi orang-orang gadungan -, melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat adalah berarti setia dan taat kepada Proklamasi.
Bagi dia, mengerti Amanat Penderitaan Rakyat berarti mempunyai orientasi yang tepat terhadap rakyat.
Bukan rakyat sebagai kuda tunggangan, tetapi rakyat sebagai satu-satunya yang berdaulat di Republik Proklamasi, sebagai tertulis di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 .
( Cuplikan Pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 19 63 di Istana Negara ) .
Pidato ini sunggu masih sangat relevan untuk direnungkan kedaan bangsa yang karut marut sejak reformasi dan mengamandemen UUD 1945 , tatanan kenegaraan telah di rubah tanpa mau memperdalam apa yang menjedi kesepakatan bersama yaitu Pembukaan (Preambul ) UUD 1945 , disanalah tercantum Pandangan hidup , falsafah hidup ,Tujuan hidup , cita-cita hidup .
Para pengamandemen UUD 1945 telah lupa dan sengaja melupakan apa yang menjadi jatidiri bangsa nya , menengelamkan sistem berbangsa dan bernegara , dengan menganti Demokrasi Liberal ,demokrasi yang tidak berdasar pada Preambul UUD 1945 ,demokrasi yang menjadikan rakyat hanya sebagai kuda tunggangan , Rakyat hanya sebagai “tambal butuh “ yang hanya diberi sekedar nya , diberi sembako ,setelah itu semua janji-janji manis di lupakan , akibat nya Amanat penderitaan rakyat terus akan berlanjut tanpa cita-cita , sementara penguasa bergelimang kemewahan , membangun dinasty politik , Anggota DPR dan DPD hanya sebuah pekerjaan untuk mencari kenikmatan kehidupan pribadi dan golongan nya .
Partai politik hanya sebagai gerombolan manusia tanpa ideologi kebangsaan , ini semua bisa kita ukur dari jati diri bangsa , bisa kita ukur ketika “ Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikma kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan “ diganti dengan demokrasi kalah menang , demokrasi banyak-banyakan suara ,demokrasi kuat-kuatan , dampak nya tidak bisa dibantah dengan semakin meraja lelah nya Korupsi , sebab Partai Politik memang dibiyayai dengan hasil korupsi , begitu juga petinggi partai bergelimangan kemewahan hasil korupsi . sekali lagi Penderitaan rakyat akan terus berlanjut karena korupsi menjadi ideologi partai politik .Politik yang dipertontonkan bukan politik yang mempunyai tujuan mensejahterakan rakyat , politik tanpa moral ,politik dibangun tanpa jati diri yang hanya bertujuan untuk kekuasaan pribadi dan golongan nya , saling intrik saling hujat , bahkan adu jotos pun menjadi tontonan di DPR , mengunakan kekuasaan hanya untuk kekuasaan yang tanpa risih , sekali lagi rakyat hanya sebagai kuda tunganggang , rakyat disewah untuk demontrasi , dan rakyat hanya sebagi golongan sudra yang dikasta dengan kasta Gakin
Tidak ada jalan selamat kecuali rakyat melakukan perubahan sendiri , memperbaiki nasib nya sendiri , Amanat penderitaan rakyat harus kita tanggulangi sendiri , Jalan keselamatan harus dibangun dengan Gotongroyong , dengan kebersamaan , dengan persatuan , dengan senasib seperjuangan , menegakan kembali Negara Preambule UUD 1945 . Membangun kesadaran baru bahwa negeri ini didirikan dengan falsafah hidup , tujuan hidup , pegangan hidup , cita-cita hidup , hanya kembali pada cita-cita Negara Proklamasi yang berdasarkan pada Pembukaan UUD 1945 kita bangsa ini akan selamat .Kembali menegakan Marwa Pancasila dan UUD 1945 naskah asli , adalah jalan keselamatan bagi bangsa dan negara ini .
Marila kita bangun kesadaran kita sebagai anak bangsa ,Bangunlah jiwa mu , Bangunlah Badan mu , Untuk Indonesia Raya . Kita bisa membangun negeri ini jika kita punya jati diri bangsa oleh sebab itu kembali pada Preambul UUD 1945 dan berjuanglah untuk mengembalikan Pancasila dan UUD 1945 naskah asli ,Semoga Allah Melindungi bangsa Indonesia dan memberi jalan dan meridhoi perjuangan bangsa Indonesia
@prihandoyo kuswanto
Gedung Indonesia Menggugat Bandung 12 April 2015MENGEMBALIKAN NEGARA PROKLAMASI BERDASAR PREAMBULE UUD 1945.
Saatnya Indonesia Menggugat.
Kegalauan kita sebagai bangsa hari hari ini semakin membuncah , semakin gemas dengan tingkah pola para pemimpin yang tidak pantas lagi diteladani , korupsi , intrik-intrik poitik yang idak memberi energi positif justru sebalik nya menjadikan bangsa ini karut-marut dan puncak nya hilang nya rasa kepercayaan sesama anak bangsa . hilang nya jati diri berbangsa dan bernegara .
Marilah kita merenungkan kembali apa yang perna di pidatokan oleh Bung Karno pada peringatan 17 Agustus 1963 . sebagai berikut .
...........”Dan sinar suryanya! Pada waktu kita berjalan, Proklamasi menunjukkan arahnya jalan. Pada waktu kita lelah, Proklamasi memberikan tenaga baru kepada kita. Pada waktu kita berputus asa, Proklamasi membangunkan lagi semangat kita. Pada waktu di antara kita ada yang nyeleweng, Proklamasi memberikan alat kepada kita untuk memperingatkan si penyeleweng itu bahwa mereka telah nyeleweng.
Pada waktu kita menang, Proklamasi mengajak kita untuk tegap berjalan terus, oleh karena tujuan terakhir memang belum tercapai.
Bahagialah rakyat Indonesia yang mempunyai Proklamasi itu; bahagialah ia, karena ia mempunyai pengayoman, dan di atas kepalanya ada sinar surya yang cemerlang! Bahagialah ia, karena ia dengan adanya Proklamasi yang perkataan-perkatannya sederhana itu, tetapi yang pada hakikatnya ialah pencetusan segala perasaan-perasaan yang dalam sedalam-dalamnya terbenam di dalam ia punya kalbu, sebenarnya telah membukakan keluar ia punya pandangan hidup, ia punya tujuan hidup, ia punya falsafah hidup, ia punya rahasia hidup, sehingga selanjutnya dengan adanya Proklamasi beserta anak kandungnya yang berupa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu, ia mempunyai pegangan hidup yang boleh dibaca dan direnungkan setiap jam dan setiap menit.
Tidak ada satu bangsa di dunia ini yang mempunyai pegangan hidup begitu jelas dan indah, seperti bangsa kita ini. Malah banyak bangsa di muka bumi ini, yang tak mempunyai pegangan hidup sama sekali!

Dengarkan sekali lagi bunyi naskah Proklamasi itu :
“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.”
Dan dengarkan sekali lagi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 :

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melak-sanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :

“Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Demikianlah bunyi Proklamasi beserta anak kandungnya yang berupa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Alangkah jelasnya! Alangkah sempurnanya ia melukis-kan kita punya pandangan hidup sebagai bangsa, - kita punya tujuan hidup, kita punya falsafah hidup, kita punya rahasia hidup, kita punya pegangan hidup!

Karena itu maka Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu “pengejawantahan” kita punya isi jiwa yang sedalam-dalamnya, satu Darstellung kita punya deepest inner self. 17 Agustus 1945 mencetuskan keluar satu proklamasi kemerdekaan beserta satu dasar kemerdekaan. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebenarnya satu proclamation of independence dan satu declaration of independence.

Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu.
Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tak dapat dipisahkan satu dari yang lain.
Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah loro loroning atunggal.

Bagi kita, maka proclamation of independence berisikan pula declaration of independence.
Lain bangsa, hanya mempunyai proclamation of independence saja. Lain bangsa lagi, hanya mempunyai declaration of independence saja.

Kita mempunyai proclamation of independence dan declaration of independence sekaligus.
Proklamasi kita memberikan tahu kepada kita sendiri dan kepada seluruh dunia, bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka.

Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu.

Proklamasi kita adalah sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan kita, oleh karena seperti tadi saya katakan, Proklamasi kita itu adalah ledakan pada saat memuncaknya kracht total semua tenaga-tenaga nasional, badaniah dan batiniah - fisik dan moril, materiil dan spirituil.
Declaration of independence kita, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan kenegaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita.

Maka dari itulah saya tadi tandaskan, bahwa Proklamasi kita tak dapat dipisahkan dari declaration of independence kita yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaannya itu.
“Proklamasi” tanpa “declaration” berarti bahwa kemer-dekaan kita tidak mempunyai falsafah. Tidak mem-punyai dasar penghidupan nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidak mempunyai “raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu Pertiwi.

Sebaliknya, “declaration” tanpa “proklamasi”, tidak mempunyai arti. Sebab, tanpa kemerdekaan, maka segala falsafah, segala dasar dan tujuan, segala prinsip, segala “isme”, akan merupakan khayalan belaka, - angan-angan kosong-melompong yang terapung-apung di angkasa raya.

Tidak, Saudara-saudara! Proklamasi Kemerdekaan kita bukan hanya mempunyai segi negatif atau destruktif saja, dalam arti membinasakan segala kekuatan dan kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan bangsa kita, menjebol sampai ke akar-akarnya segala penjajahan di bumi kita, menyapu-bersih segala kolonialisme dan imperialisme dari tanah air Indonesia, - tidak, proklamasi kita itu, selain melahirkan kemerdekaan, juga melahirkan dan menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia dalam arti seluas-luasnya :
. kepribadian politik,
. kepribadian ekonomi,
. kepribadian sosial,
. kepribadian kebudayaan,
pendek kata kepribadian nasional.Kemerdekaan dan kepribadian nasional adalah laksana dua anak kembar yang melengket satu sama lain, yang tak dapat dipisahkan tanpa membawa bencana kepada
masing-masing.........................
Sekali lagi, semua kita, terutama sekali semua pemimpin-pemimpin, harus menyadari sangkut-paut antara Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 :
. kemerdekaan untuk bersatu,
. kemerdekaan untuk berdaulat,
. kemerdekaan untuk adil dan makmur,
. kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum,
. kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
. kemerdekaan untuk ketertiban dunia,
. kemerdekaan perdamaian abadi,
. kemerdekaan untuk keadilan sosial,
. kemerdekaan yang berkedaulatan rakyat,
. kemerdekaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
. kemerdekaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
. kemerdekaan yang berdasarkan persatuan Indonesia;
. kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
. kemerdekaan yang mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
Semua ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, anak kandung atau saudara kembar daripada Proklamasi 17 Agustus 1945.
Bagi orang yang benar-benar sadar kita punya proclamation dan sadar kita punya declaration, maka Amanat Penderitaan Rakyat tidaklah khayalan atau abstrak.
Bagi dia, Amanat Penderitaan Rakyat terlukis cetha wela-wela (sangat nyata dan jelas) dalam Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945.
Bagi dia, Amanat Penderitaan Rakyat adalah konkrit-mbahnya-konkrit. Bagi dia, - dus bukan bagi orang-orang gadungan -, melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat adalah berarti setia dan taat kepada Proklamasi.

Bagi dia, mengerti Amanat Penderitaan Rakyat berarti mempunyai orientasi yang tepat terhadap rakyat.
Bukan rakyat sebagai kuda tunggangan, tetapi rakyat sebagai satu-satunya yang berdaulat di Republik Proklamasi, sebagai tertulis di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 .
( Cuplikan Pidato Presiden Soekarno 17 Agustus 19 63 di Istana Negara ) .

Pidato ini sunggu masih sangat relevan untuk direnungkan kedaan bangsa yang karut marut sejak reformasi dan mengamandemen UUD 1945 , tatanan kenegaraan telah di rubah tanpa mau memperdalam apa yang menjedi kesepakatan bersama yaitu Pembukaan (Preambul ) UUD 1945 , disanalah tercantum Pandangan hidup , falsafah hidup ,Tujuan hidup , cita-cita hidup .

Para pengamandemen UUD 1945 telah lupa dan sengaja melupakan apa yang menjadi jatidiri bangsa nya , menengelamkan sistem berbangsa dan bernegara , dengan menganti Demokrasi Liberal ,demokrasi yang tidak berdasar pada Preambul UUD 1945 ,demokrasi yang menjadikan rakyat hanya sebagai kuda tunggangan , Rakyat hanya sebagai “tambal butuh “ yang hanya diberi sekedar nya , diberi sembako ,setelah itu semua janji-janji manis di lupakan , akibat nya Amanat penderitaan rakyat terus akan berlanjut tanpa cita-cita , sementara penguasa bergelimang kemewahan , membangun dinasty politik , Anggota DPR dan DPD hanya sebuah pekerjaan untuk mencari kenikmatan kehidupan pribadi dan golongan nya .

Partai politik hanya sebagai gerombolan manusia tanpa ideologi kebangsaan , ini semua bisa kita ukur dari jati diri bangsa , bisa kita ukur ketika “ Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikma kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan “ diganti dengan demokrasi kalah menang , demokrasi banyak-banyakan suara ,demokrasi kuat-kuatan , dampak nya tidak bisa dibantah dengan semakin meraja lelah nya Korupsi , sebab Partai Politik memang dibiyayai dengan hasil korupsi , begitu juga petinggi partai bergelimangan kemewahan hasil korupsi . sekali lagi Penderitaan rakyat akan terus berlanjut karena korupsi menjadi ideologi partai politik .Politik yang dipertontonkan bukan politik yang mempunyai tujuan mensejahterakan rakyat , politik tanpa moral ,politik dibangun tanpa jati diri yang hanya bertujuan untuk kekuasaan pribadi dan golongan nya , saling intrik saling hujat , bahkan adu jotos pun menjadi tontonan di DPR , mengunakan kekuasaan hanya untuk kekuasaan yang tanpa risih , sekali lagi rakyat hanya sebagai kuda tunganggang , rakyat disewah untuk demontrasi , dan rakyat hanya sebagi golongan sudra yang dikasta dengan kasta Gakin

Tidak ada jalan selamat kecuali rakyat melakukan perubahan sendiri , memperbaiki nasib nya sendiri , Amanat penderitaan rakyat harus kita tanggulangi sendiri , Jalan keselamatan harus dibangun dengan Gotongroyong , dengan kebersamaan , dengan persatuan , dengan senasib seperjuangan , menegakan kembali Negara Preambule UUD 1945 . Membangun kesadaran baru bahwa negeri ini didirikan dengan falsafah hidup , tujuan hidup , pegangan hidup , cita-cita hidup , hanya kembali pada cita-cita Negara Proklamasi yang berdasarkan pada Pembukaan UUD 1945 kita bangsa ini akan selamat .Kembali menegakan Marwa Pancasila dan UUD 1945 naskah asli , adalah jalan keselamatan bagi bangsa dan negara ini .

Marila kita bangun kesadaran kita sebagai anak bangsa ,Bangunlah jiwa mu , Bangunlah Badan mu , Untuk Indonesia Raya . Kita bisa membangun negeri ini jika kita punya jati diri bangsa oleh sebab itu kembali pada Preambul UUD 1945 dan berjuanglah untuk mengembalikan Pancasila dan UUD 1945 naskah asli ,Semoga Allah Melindungi bangsa Indonesia dan memberi jalan dan meridhoi perjuangan bangsa Indonesia
@prihandoyo kuswanto
Gedung Indonesia Menggugat Bandung 12 April 2015

PANCASILA ITU ADALAH SEBUAH KOMPROMI DAN KESEPAKATAN ANTARA KAUM KEBANGSAAN DAN KAUM ISLAM

PANCASILA ITU ADALAH SEBUAH KOMPROMI DAN KESEPAKATAN ANTARA KAUM KEBANGSAAN DAN KAUM ISLAM
Oleh : Ir Prihandoyo Kuswanto Ketua Rumah Panca Sila .

Menjelang kekalahannya di akhir Perang Pasific, penjajah Jepang berusaha menarik simpati dan dukungan rakyat Indonesia dengan janji akan memberikan kemerdekaan di kelak kemudian hari. Dan untuk itu dibentuk dan kemudian disyahkan berdirinya BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdeka-an Indonesia ) atau Dokuritu Zyunbi Tyoosakai pada tanggal 28 Mei 1945.
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) itu mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945, dengan acara tunggal menjawab pertanyaan ketua badan tersebut – Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat – :
” Indonesia merdeka yang akan kita dirikan nanti, d a s a r n y a a p a ? ”.
Menjawab pertanyaan itu hampir separo dari anggota BPUPKI – sekitar 30 orang – , menyampaikan pandangan-pandangan dan pendapatnya. Namun belum ada satu pun yang mengutarakan pandangan yang memenuhi syarat suatu sistem filsafat dasar untuk di atasnya dibangun Indonesia Merdeka.
Jam 10.00 pagi tanggal 1 Juni 1945, barulah Bung Karno mendapatkan gilirannya. Disampaikannya gagasannya dalam suatu pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu tentang Dasar Negara Indonesia Merdeka, yang dinama-kannya Pancasila.
Pidato Pancasila Bung Karno yang ditawarkannya sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka itu selanjutnya Rajiman sebagai ketua BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ) membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Panca Sila yang di pidatokan Bung Karno Panitia Kecil yang semula terdiri dari 8 orang, dengan beberapa perubahan dan penambahan, akhirnya menjadi Panitia Sembilan yang terdiri dari :
Ir. Soekarno,
Drs. Mohammad Hatta,
Mr. A. A. Maramis,
Abikusno Tjokrosujoso,
Abdulkahar Muzakir.
H. A. Salim,
Mr. Achmad Subardjo,
Wachid Hasjim,
Mr. Muhammad Yamin.
Panitia Sembilan ini bertugas: Merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucap-kan Bung Karno pada tanggal 1 J u n i 1 9 4 5 , dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasi-kan kemerdekaan Indonesia.
Hasilnya adalah ” P i a g a m J a k a r t a ” atau ” J a k a r t a C h a r t e r ” yang ditandatangani di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.
Kemudian bergulir lah perdebatan di BPUPKI untuk menjadikan Piagam Jakarta yang kemudian membuang tujuh kata dalam Mukadimah yang berbunyi ” dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ”,
Cuplikan RAPAT BESAR PADA TANGGAL 14 – 7 – 2605
Rapat moelai poekoel 15.00
HADIKOESOEMO IIN:
Padoeka toean Ketoea jang terhormat! Assalamu’alaikoem warahmatullahi Wabarakatuh! Di dalam segala keterangan toean Syusa tadi hanja satoe, perkara jang ketjil sekali, jang akan saja minta ditjaboet atau dihilangkan, ialah saja mengoeatkan voorstel Kijai Sanoesi dalam pemboekaan di sini, katanja dengan kewadjiban oemat Allah S.W.T., bagi pemeloek-pemeloeknja perkataan itoe soeatoe keterangan dari Kijai Sanoesi, tidak ada haknja dalam kata-kata Arab, menambahkan djanggalnja kata-kata. Djadi tidak ada arti, tjoema menambahi djanggal, menambahi perkataan jang koerang baik, menoendjoekkan pemetjahan kita. Saja harap soepaja “bagi pemeloek-pemeloeknja” itoe dihilangkan sadja. Itoe saja masih ragoe-ragoe, bahwa di Indonesia banjak perpetjahan-perpetjahan dan pada prakteknja sama sadja. Itoe saja mempoenjai pendapatan mengoeatkan permintaan Kijai Sanoesi. Sekianlah.
RADJIMAN KAITYO:
Boleh saja minta Syusa mendjawab oesoel toean Hadikoesoemo.
SOEKARNO IIN:
Padoeka toean Ketoea, kami panitia perantjang mengetahoei, bahwa anggota jang terhormat Sanoesi minta mentjoret perkataan “bagi pemeloek-pemeloeknja” dan sekarang ternjata, bahwa anggota jang terhormat Hadikoesoemo minta djoega ditjoret. Tetapi kami berpendapat, bahwa kalimat-kalimat ini seloeroehnja jaitoe berdasar kepada ketoehanan. Seodahlah hasil kompromis di antara 2 pihak jang dengan adanja kompromis perselisihan di antara kedoea pihak hilang. Tiap kompromis berdasar kepada memberi dan mengambil, geven dan nemen. Ini soeatoe kompromis jang berdasan memberi dan mengambil. Bahkan kemarin di dalam panitia soal ini ditindjau lagi dengan sedalam-dalamnja di antara lain panitia diantaranja toean Wachid Hasjim dan Agoes Salim. Kedoea-doeanja pemoeka Islam. Pendek kata inilah kompromis jang sebaik-baiknja. Djadi panitia memegang tegoeh akan kompromis jang dinamakan oleh anggota jang terhormat Moh. Yamin “Djakarta Charter” jang disertai dengan perkataan toean anggota jang terhormat Soekiman, Gentleman agrement, soepaja ini dipegang tegoeh di antara pihak Islam dan kebangsaan. Saja mengharap padoeka toean jang moelia, rapat besar soeka membenarkan sikap panitia itoe.
HADIKOESOEMO IIN:
Toean Ketoea, sesoedah saja djoega membilang sangat terima kasih kepada panitia jang telah membikin kompromi jang menoeroet perkataan begitoe, tetapi saja masih koerang senang. Jaitoe di sini kalau kita pandjangkan, tadi kita menghatoerkan alasan jang enteng. Tetapi roepanja alasan enteng ini, karena entengnja tidak diterima. Sekarang saja akan menghatoerkan alasan jang lebih berat, jaitoe: saja masih ingat waktoe di Amerika diadakan wet hoekoem inoeman keras. Roepanja oemat Islam Indoensia memoedji dengan adanja wet, sehingga pada waktoe saat dimoesjawaratkan kepada Boedi-Oetomo, jaitoe jang tjerita kepada saja ialah almarhoem Gondo, Raden Mas Pandji, apakah namanja jang dari Pakoealaman, jaitoe apakah memoeaskan, seoempamanja di Indonesia ini diadakan larangan, wet larangan minoeman keras oentoek orang-orang Islam sadja? Karena hoekoem itoe roepanja tjoema oentoek orang-orang Islam sadja, Boedi-Oetomo waktoe itoe merasa dihina. Kalau diadakan wet jang begitoe, itoe merasa dihina, dan ini jang dari saja sendiri: djikalau boenji atau kata-kata itoe berarti di sini akan diadakan doea peratoeran, satoe oentoek oemat Islam dan jang satoe lagi oentoek jang boekan Islam. Itoe saja kira di dalam satoe negara, tetapi saja peonja permintaan, prakteknja barangkali nanti sama sadja, rasa-rasanja koerang enak, saja kira sama sekali lebih tidak apa-apa.
SOEKARNO IIN:
Padoeka toean Ketoea jang moelia! Saja hanja mengatakan, bahwa sebagai hasil kompromis itoe jang diperkoeatkan oleh Panitia poen tjoema dari “bagi pemeloek-pemeloeknja” diboeang, maka itoe berarti moengkin diartikan jang tidak ada orang Islam dan mewadjibkan mendjalankan sjari’at Islam.
RADJIMAN KAITYO:
Ini soedah diremboek 2 kali oleh Ketoea Panitia. Toean Hadikoesoemo, apa masih memegang tegoeh?
HADIKOESOEMO IIN:
Masih memegang tegoeh.
RADJIMAN KAITYO:
Djadi saja maoe tanja, sidang ini, bagaimana pendapatannja, apa diterima Panitia?
HADIKOESOEMO IIN:
Jang dikemoekakan oleh Panitia tadi dikatakan, itoe tidak bisa kedjadian. Sebab kalau pemerintah soenggoehpoen mendjalankan kewadjiban semata-mata, pemerintah tidak bisa mendjalankan sjari’at Islam. Pemerintah tidak boleh memeriksa agama. Djadi kalau saja, tidak.
RADJIMAN KAITYO:
Toean-toean, tentang hal apa jang dimadjoekan oleh toean Hadikoesoemo itoe ada perselisihan sedikit, sebetoelnja banjak, sapa harus distem sadja? Distem sadja, karena ini saja kira tidak begitoe perloe sekali distem. Apakah diminta berdiri sadja?
ABIKOESNO IIN:
Padoeka toean Ketoea, sebagaimana jang telah diterangkan oleh toean Ketoea daripada Panitia ini, maka apa jang termoeat di sitoe ialah boeah kompromi antara golongan Islam dan golongan kebangsaan. Kalau tiap-tiap daripada kita haroes misalnja jang membentoek kompromi itoe, kita dari golongan Islam haroes menjatakan pendirian, tentoe sadja kita menjatakan, ialah sebagaimana harapan toean Hadikoesoemo. Tetapi kita soedah melakoekan kompromi, soedah melakoekan perdamaian dan dengan tegas oleh padoeka toean Ketoea dari Panitia soedah dinjatakan, bahwa kita haroes memberi dan mendapat. Oentoek mengadakan persatoean djanganlah terlihat di sini tentang soal ini dari steman, nanti ada tanda jang tidak baik boeat doenia loear. Kita harapkan soenggoeh-soenggoeh, kita mendesak pada segenap golongan jang ada dalam Badan ini soedilah kiranja kita mengadakan soeatoe perdamaian. Djanganlah sampai nampak pada doenia loear, bahwa kita dalam hal ini adalah perselisihan faham.
Sekianlah! (tepoek tangan)
Cuplikan RAPAT PANITIA PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA
Pada tanggal 18 boelan 8 tahoen 2605
KETOEA:
Sidang jang terhormat! Sekarang lebih dahoeloe, agar soepaja bisa tjepat, saja hendak membatjakan preambule jaitoe moekadimah atau pemboekaan dari Oendang-oendang Dasar. Sebagaimana tadi telah dikatakan oleh Padoeka Toean Zimukyokutyo, Pernjataan Kemerdekaan jang dirantjangkan oleh Panitia Penjelidik hendaknja dihapoeskan sama sekali. Demikian poela kata Pemboekaan boeatan Tyoosakai djoega dihapoeskan sama sekali, tetapi baiklah kembali kepada moekadimah – demikianlah namanja dahoeloe – jang diboeat oleh Panitia Ketjil tempo hari, dengan sedikit perobahan.
Pertama perobahan” “Moekadimah” diganti dengan “Pemboekaan”. Kemoedian kata-katanja tadi soedah dibatjakan oleh Toean Moh. Hatta. Baiklah sekali lagi saja batja dengan perlahan-lahan.
P E M B O E K A A N
“Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itoe ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itoe maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan.
Dan perdjoeangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakjat Indonesia ke depan pintoe gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatoe, berdaulat, adil dan makmoer.
Atas berkat rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
Kemoedian daripada itoe oentoek membentoek sesoeatoe Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah-darah Indonesia, dan oentoek memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itoe dalam soeatoe Oendang-oendang Dasar Negara Indonesia, jang terbentoek dalam soeatoe soesoenan Negara Republik Indonesia jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: Ke-Toehanan Jang Maha Esa, menoeroet dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatoean Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permoesjawaratan - perwakilan, serta dengan mewoedjoedkan soeatoe keadilan sosial bagi seloeroeh rakjat Indonesia.”
Sidang jang terhormat! Demikianlah pemboekaan itoe, dan sebagai tadi telah dikatakan oleh padoeka toean Zimukyokutyo dan oleh saja sendiri, soepaja sedapat moengkin dengan setjara kilat kita bisa terima.
ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO:
Saja kira “menoeroet dasar kemanoesiaan” diganti dengan “KeToehanan Jang Maha Esa, kemanoesiaan jang adil” dan seteroesnja.
KETOEA:
Toean Ki Bagoes Hadikoesoemo, soepaja dipakai “KeToehanan Jang Maha Esa”, dan perkataan “menoeroet dasar kemanoesiaan jang adil dan beradab” ditjoret sadja.
ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO
“Berdasar kepada: “KeToehanan Jang Maha Esa, menoeroet dasar kemanoesiaan jang adail dan beradab”. “Menoeroet dasar” hilang.
KETOEA:
Berdasar kepada apakah Republik kita itoe:
“Ke-Toehanan Jang Maha Esa, menoeroet dasar kemanoesiaan jang adil dan beradab”. Perkataan-perkataan “menoeroet dasar” ditjoret. Djadi: “Ke-Toehanan Jang Maha Esa, kemanusiaan jang adil dan beradab, persatoean Indonesia, dan kerakjatan”, dan seteroesnja.
Toean-toean semoea faham? Tidak ada lagi?
ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO:
Di atas toean Ketoea: “maka disoesoenlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itoe”, apa tidak “maka disoesoenlah pemerintahan”.
KETOEA:
Kemerdekaan itoe disoesoen dalam satoe Oendang-oendang Dasar. Kita akan lantas membikin Oendang-oendang Dasar.
ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO:
Jang disoesoen di sini pemerintahan, boekan kemerdekaan, “maka disoesoenlah pemerintahan”.
KETOEA:
Tidak, kemerdekaan, oentoek pemerintahan kita soesoen Oendang-oendang Dasar.
ANGGOTA KI BAGOES HADIKOESOEMO
Apa tidak bisa dirobah mendjadi: “maka disoesoenlah pemerintahan itoe”.
KETOEA:
Tidak, pemerintahan itoe disoesoen dalam satoe Oendang-oendang Dasar. Soedah? Toean-toean lain?
ANGGOTA OTTO ISKANDAR DI NATA:
Kalimat kedoea: “pintoe gerbang”. Itoe tidak ada. Djadi baiklah diganti dengan kata-kata: Ke Negara Indonesia”.
KETOEA:
“Mengantarkan rakjat Indonesia ke Negara Indonesia”, tidak “ke depan pintoe gerbang”? Saja kira tidak berkeberatan dengan adanja perkataan “pintoe gerbang”, sebab Negara Indonesia beloem ada.
HATTA ZIMUKYOKUTYO:
Rakjat kita, kita antarkan ke moeka pintoe gerbang sadja. Kalau ke Negara Indonesia, kita melangkah kepada grondwet. Itoe bedanja. Sekarang kita bawa rakjat Indonesia ke moeka “pintoe gerbang” sadja.

KETOEA:
Toean Otto telah moefakat.
Toean-toean tidak ada lagi perobahan?
Silahkan toean Goesti.
ANGGOTA I GOESTI KETOET POEDJA:
Ajat 3: “Atas berkat rahmat Allah” diganti dengan “Toehan sadja, Toehan Jang Maha Koeasa”.
KETOEA:
Dioesoelkan soepaja perkataan “Allah Jang Maha Esa” diganti dengan “Toehan Jang Maha Esa”.
Toean-toean semoea moefakat: perkataan “Allah” diganti “Atas berkat Toehan Jang Maha Koeasa”. Tidak ada lagi, toean-toean?
Kalau tidak ada, sekali lagi saja batja seloeroehnja, maka kemoediaan saja sahkan.
P E M B O E K A A N
“Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itoe ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itoe maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan.
Dan perdjoeangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakjat Indonesia ke depan pintoe gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatoe, berdaulat, adil dan makmoer.
Atas berkat rahmat Toehan Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
Kemoedian daripada itoe oentoek membentoek soeatoe Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah-darah Indonesia, dan oentoek memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itoe dalam soeatoe Oendang-oendang Dasar Negara Indonesia, jang terbentoek dalam soeatoe soesoenan Negara Republik Indonesia jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: Ke-Toehanan Jang Maha Esa, kemanusiaan jang adil dan beradab, persatoean Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permoesjawaratan-perwakilan, serta dengan mewoedjoedkan soeatoe keadilan sosial bagi seloeroeh rakjat Indonesia.”
Setoedjoe, toean-toean?
(soeara: Setoedjo)
Didalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dipimpin Bung Karno pada tanggal 18 Agustus 1945, dokumen itu dijadikan Preambule atau Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang sekaligus berlaku sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia.
Pada pokoknya, akhirnya Pancasila hasil galian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan secara padat dan indah dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan yang pada tanggal 18 Agustus 1945 disyahkan dan sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka