Minggu, 30 Maret 2014

Pengkhianatan terhadap Preambul UUD 1945.

Pengkhianatan terhadap Preambul UUD 1945.

Pokok pikiran Ketiga Preambule UUD 1945 adalah : “Negara yang berkedaulatan rajyat berdasar atas kerakyatan dan permisyawaratan/perwakilan”. Oleh karena itu, sistem negara yang terbentuk dalam UUD 1945 harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan/perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat “masyarakat Indonesia”. Ini adalah pokok pikiran kedaulatan rakyat, yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pokok Pikiran ketiga Preambul UUD 1945 ini telah dikhianati dan MPR d gradasi , sebagai lembaga yang ompong, Musyawarah Mufakat telah diganti menjadi pemilihan langsung , pengkhianatan pada Pancasila telah terjadi .

KURSUS PANCASILA OLEH BUNG KARNO

PENDAHULUAN
Saudara-saudara,
Saya diminta untuk memberi kursus mengenai Pancasila. Dan
dikatakan oleh saudara Pamuhardjo tadi, kursus tak dapat selesai dalam
satu uraian. Karena itu, akan diadakan kursus Pancasila ini beberapa kalil;
dan malam ini akan saya mulai dengan memberikan kepada saudarasaudara
satu kursus pendahuluan, inleiding.
Jadi pada malam ini belum saya kupas sila-sila daripada Pancasila
itu. Belum saya kupas Ketuhanan Yang Mahaesa. Belum saya kupas
Perikemanusiaan. Belum saya kupas Kebangsaan. Belum saya kupas
Kedaulatan Rakyat. Belum saya kupas Keadilan Sosial. Melainkan saya
akan memberikan pembukaan lebih dahulu.
Saudara mengerti dan mengetahui, bahwa Pancasila saya anggap
sebagai dasar daripada negara Republik Indonesia itu, atau dengan
bahasa Jerman: satu Weltanschauung di atas mana kita meletakkan
negara Republik Indonesia itu. Tetapi kecuali Pancasila adalah satu
Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah salah satu alat
pemersatu, yang saya yakin, seyakin-yakinnya. Bangsa Indonesia dari
Sabang sampai Merauke hanyalah dapat bersatu padu di atas dasar
Pancasila itu. Dan bukan saja alat pemersatu untuk di atasnya kita
letakkan negara Republik Indonesia, tetapi juga pada hakikatnya satu alat
pemersatu dalam perjuangan kita melenyapkan segala penyakit-penyakit
yang kita lawan berpuluh-puluh tahun, yaitu penyakit, terutama sekali
imperialisme. Perjuangan suatu bangsa, perjuangan melawan
imperialisme, perjuangan mencapai kemerdekaan, perjuangan suatu
bangsa membawa corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara
berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang sendiri,
mempunyai karakteristik sendiri, oleh karena pada hakekatnya bangsa
sebagai individu mempunyai kepribadiannya sendiri. Kepribadian yang
terwujud dalam berbagai hal, dalam kebudayaannya, dalam
perekonomiannya, dalam wataknya, dan lain-lain sebagainya.
Tadi saya katakan, bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai cara
berjuang sendiri, mempunyai sifat-sifat perjuangan sendiri. Coba saudarasaudara
bandingkan, misalnya cara Amerika dulu memerdekakan
negerinya dari kolonialisme Inggris dengan cara bangsa Indonesia
memerdekakan dirinya dari kolonialisme Belanda, atau dengan caranya
rakyat Rusia mengugurkan kapitalisme. Jikalau saudara-saudara
bandingkan caranya rakyat-rakyat atau bangsa-bangsa atau golongangolongan
ini berjuang, saudara-saudara akan melihat perbedaanperbedaan.
Perbedaan-perbedaan yang ditentukan oleh keadaan-keadaan
obyektif. Jadi bukan perbedaan-perbedaan bikinan seseorang pemimpin.
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 25
Tidak! Tetapi perbedaan-perbedaan sebab-sebab oyektif yang berbeda.
Saya akan kemukakan perbedaan-perbedaan itu sebagai contoh,
menguraikan kepada saudara-saudara beberapa perbedaan antara cara
berjuangnya orang Amerika melawan kolonialisme Inggris, cara
berjuangnya Indonesia melawan kolonialis Belanda, cara berjuangnya
Rusia menggugurkan kapitalisme. Dari uraian ini nanti saudara-saudara
akan mengerti keperluannya, sekali lagi keperluannya bagi kita, persatuan
itu. Dari uraian ini saudara-saudara akan mendapat pengertian bahwa
perjuangan bangsa Indonesia hanyalah dapat berhasil, jikalau seluruh
rakyat Indonesia masuk di dalam satu kancah perjuangan.
Perjuangan bangsa Indonesia, Saudara-saudara, yang sudah kita
alami berpuluh-puluh tahun ini berbeda, misalnya dengan perjuangan
rakyat India, oleh karena imperialisme yang kita tentang adalah pula lain
daripada imperialisme yang di tentang oleh bangsa India. Imperialisme itu
macam-macam, mempunyai corak sendiri-sendiri, sifat-sifat sendiri,
terutama sekali pada waktu ia lahir. Pada saat sesuatu imperialisme lahir,
pada saat imperialisme tumbuh, imperialisme itu membawa corak sendiri,
tergantung daripada ibunya. Dan ibu imperialisme ialah kapitalisme.
Sebagai mana anak bayi manusia pada waktu lahirnya membawa sifat
watak sendiri, tergantung daripada sifat watak orang tuanya, maka
demikian pula imperialisme, pada waktu lahirnya membawa corak sendiri
tergantung daripada induknya, yaitu kapitalisme.
Nanti di dalam petumbuhannya, dalam bahasa asingnya “uitgroei”,
sifat dan watak imperialisme-impereialisme itu lantas mendekati satu sama
lain, bahkan kadang-kadang menjadi satu konglomerat imperialismeimperialisme
yang tak mudah lagi kita bisa membedakan sifat wataknya
satu daripada yang lain. Kalau kita melihat perjuangan rakyat, atau lebih
tegas orang Amerika dalam menentang kolonialisme Inggris sehingga
akhirnya bisa mengadakan Declaration of Independence, sebagai yang
saya ucapkan dalam pidato 20 Mei yang lalu, pada tahun 1776; dan kita
selidiki siapa sebenarnya yang berjuang, saudara akan melihati bahwa
terutama sekali kaum atasan yang berjuang. Revolusi Amerika bukanlah
revolusi rakyat, tetapi revolusi dari kaum atasan di bahwa pimpinan
Thomas Jefferson, Thomas Paine, George Washington, dan lain-lain.
Revolusi mereka berhasil membentuk satu tentara yang bertempur dengan
tentara Inggris di Amerika dan akhirnya dapat mengalahkan tentara Inggris
itu, sehingga tentara Amerika ini bisa menang. Jadi revolusi Amerika
terhadap kolonialisme Inggris, adalah satu revolusi yang tidak meliputi
seluruh rakyat.
Bagaimana revolusi India? Saya memakai perkataan revolusi di
dalam arti yang luas. Jangan mengira bahwa revolusi adalah selalu
disertai dengan penggunaan senjata. Dalam arti yang luas, revolusi adalah
suatu perubahan yang hebat sekali. Cepat. Di dalam pidato pembelaan diri
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 26
saya, tatkala saya diperiksa di muka hakim Hindia Belanda, saya telah
mensitir ucapan seorang profesor yang termasyhur, bahwa revolusi adalah
eine Umgestaltung von ‘Grundauf, perubahan dari bawah sama sekali. Di
dalam arti itu saya memakai perkataan revolusi India terhadap
kolonialisme Inggris. Revolusi India ini dibikin oleh siapa? Pada
hakekatnya revolusi India dilakukan oleh satu kelas middenstand dan
borjuasi India, kelas menengah dan kelas borjuis India dengan
mempergunakan tenaga dari rakyat. Berbeda dengan Amerika boleh
dikatakan revolusinya tidak mempergunakan seluruh tenaga rakyat, tetapi
sekedar astu kelas, kelasnya George Washington, kelasnya Thomas
Jefferson, kelasnya Thomas Paine, kelasnya Paul Rellier, dan lain-lain
sebagainya, yang berhasil membentuk tentara, dan tentara ini bertempur
dengan tentara Inggris. Revolusi India adalah revolusi dari kaum
pertengahan , middenstand, dan borjuasi dengan mempergunakan tenaga
rakyat. Nanti akan saya jelaskan lebih luas.
Revolusi Indonesia, dan disini pun saya pakai perkataan revolusi itu
dalam arti yang seluas-luasnya. Jadi, jangan berpikir dalam istilah 17
Agustus ’45, tetapi berpikirlah dalam istilah, seperti yang saya uraikan
dalam pidato 20 Mei yang lalu, istilah gerakan nasional seluruhnya,
revolusi Indonesia adalah revolusi seluruh rakyat. Maka revolusi Indonesia
bisa berhasil – ini nanti saya terangkan – ialah oleh karena revolusi
Indonesia adalah revolusi seluruh rakyat. Ya kelas buruh, ya kelas tani, ya
kelas borjuis kecil, ya kelas pertengahan kecil, ya kelas ambtenaarenbond,
ya kelas pemuda-pemuda: seluruh rakyat. Berbeda dengan di India, rakyat
ikut sebagai kuda tunggangan. Saya jadi berkata revolusinya ialah revolusi
dari kaum pertengahan dan kaum borjuis yang naik dengan
mempergunakan atau menunggangi rakyat jelata.
Satu contoh lain daripada revolusi demikian ini ialah revolusi
Perancis. Revolusi Perancis yang mulai meledak tahun 1789, – mulai
meledaknya, tetapi dalam persiapannya, terutama sekali persiapan pikiran,
sudah lebih dahulu dari tahun 1789, – ini juga satu revolusi dari kelas
borjuis, kelas pertengahan yang tadinya tidak mendapat alam, karena
peusahaan di dalam tangannya kaum feodal dan kaum gereja dengan
mempergunakan rakyat jelata, seperti pada hakekatnya revolusi India.
Revolusi Indonesia, kataku, adalah revolusi daripada seluruh rakyat.
Revolusi Sovyet, saya lebih setuju memakai perkataan revolusi
Sovyet dan janganlah memakai perkataan revolusi Rusia, saya diprotes
oleh orang-orang misalnya dari Usbekistan, dari Georgia, mereka
memprotes, kami bukan Rusia, kami dari selatan, bukan bangsa Rusia.
Kami ini orang Usbekistan. Kami orang Georgia. Jadi negara kami ini
namanya bukan Sovyet Rusia, sebab Sovyet Rusia Cuma lor, utara saja.
Negara kami yang besar yang terdiri dari sekian banyak republik-republik
sosialis, negara kami ini adalah Uni Sovyet. Nah, revolusi Sovyet, bukan
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 27
revolusi Rusia. Tetapi revolusi Sovyet adalah revolusi daripada kelas
proletar dan tani menggugurkan kapitalisme.
Jadi, di dalam revolusi Sovyet ini apa yang dinamakan borjuis bukan
saja tidak ikut, malahan menjadi obyek penggempuran. Dari beberapa
contoh ini, Saudara-saudara merasakan dan melihat perbedaan. Saya tadi
berkata bahwa tidap-tiap revolusi membawa sifat dan watak sendiri yang
ditentukannya oleh keadaan-keadaan yang obyektif. Obyektif
imperialismenya, obyektif induk dari imperialisme itu, juga obyektif
keadaan dari rakyat yang berevolusi.
Jadi, sifat corak sesuatu revolusi ditentukan oleh keadaan obyektif
dari apa yang dihantam oleh dari apa yang menghantam. Keadaan yang
dihantam, yaitu imperialisme, itu berbeda-beda Saudara-saudara,
membawa corak-corak sendiri dan corak-corak ini ditentukan oleh
induknya, kataku tadi. Kalau kita melihat imperialisme-imperialisme di
dunia ini, dan sebagai tadi saya katakan, terutama sekali saya melihat
pada waktu ia lahir, bukan terutama sekali pada waktu sedang uitgroei;
pada waktu ia lahir, tegas dan jelas ada perbedaan-perbedaan.
Perbedaan-perbedaan, saya ulangi, dari induk corak obyektif tergantung
pada keadaan-keadaan bahan-bahan bagi kapitalisme itu. Sesuatu negeri
misalnya, Saudara-saudara, yang penuh dengan bahan untuk kapitalisme
terutama bahan-bahan yang dinamakan bahan-bahan dasar, basis
gronstoffen, kapitalisme misalnya berbeda dengan sesuatu negeri yang
kekurangan basis grondstoffen. Ada negeri yang kekurangan basis
grondstoffen en toch mempunyai kapitalisme yang basis gronstoffen-nya
itu, ya terutama sekali, ambil dari negeri lain, beli dari negeri lain. Negeri
yang demikian itu mempunyai kapitalisme lain daripada negeri yang basis
grondstoffen-nya banyak. Amerika saudara-saudara, Inggris, negeri
Belanda, Spanyol adalah beberapa negara yang mempunyai kapitalisme,
dan oleh karenanya menjalankan imperialisme. Amerika, Inggris, negeri
Belanda, Spanyol, sebagai klassieke voorbeelden; contoh-contoh klasik
dari kolonialisme dan imperialisme. Amerika dulu mempunyai, Inggris
mempunyai koloni-koloni, malahan Inggris mempunyai empire yang disitu
matahari tak pernah tenggelam karena luasnya empirenya, dimana
matahari terbenam lantas terbit lagi. Di sana terbenam, sudah terbit lagi di
sini. Negeri Belanda mempunyai koloni. Spanyol dulu banyak koloninya,
sekarang tinggal beberapa restan. Masing-masing kok mempunyai corak
sendiri-sendiri; dan apa sebab induknya mempunyai sifat corak sendiri ini?
Oleh karena negerinya mempunyai sifat corak sendiri-sendiri, terutama
sekali mengenai bahan-bahan grondstoffen untuk kapitalisme itu. Amerika
adalah salah satu negeri yang mempunyai banyak basis grondstoffen, satu
negeri yang boleh dikatakan lengkap dengan segala hal.
Apa, grondstooffen kapitalisme itu? Ya, terutama sekali biji besi,
arang batu, – metal, logam-logam lain, dan lain sebagainya. Itu adalah
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 28
basis grondstoffen bagi kapitalisme. Amerika adalah salah satu negeri
yang penuh dengan basis grondstoffen. Inggris demikian pula, tetapi lebih
kurang dari Amerika. Arang batu punya, biji besi punya, tetapi tak begitu
banyak, sehingga banyak membeli biji besi dari Rurh. Bahkan pada
tahun ’14 – ’18, ada peperangan besar yang dinamakan Perand Dunia I
tak lain dan tak bukan ialah rebutan biji besi Rurh, Rirh-geibed. Negeri
Belanda adalah salah satu negeri yang basis grondstoffen-nya lebih
kurang lagi. Biji besi tak ada, harus beli dari Rurh geibed, arang batu yang
sedikit di Limburg. Spanyol adalah salah satu negeri yang basis
grondstoffen-nya juga sedikit sekali. Biji besi tidak ada, arang batu tidak
ada, sedikit sekali.
Karena basis grondstoffen Amerika berbeda banyaknya dari basis
grondstoffen Inggris, Belanda, Spanyol, maka kapitalisme di empat negeri
ini berbeda-beda. Karakteristiknya boleh dikatakan kapitalisme Amerika,
saya ulangi lagi, saya meninjau pada lahirnya imperialisme tidak di dalam
uitgroei-nya yang sekarang ini; sekarang ini kita sudah menghadapi
imperialisme internasional yang roman mukanya boleh dikatakan hampir
sama semua; tetapi permulaannya imperialisme lahir, dilahirkan oleh
kapitalis Amerika yang lebih kaya basis grondstoffen; imperialisme
Belanda dilahirkan oleh kapitalisme Belanda yang kurang basis
grondstoffen; imperialisme Spanyol dilahirkan oleh kapitalisme Spanyol
yang sama sekali miskin grondstoffen-nya. Kalau saya bandingkan empat
kapitalisme dengan imperialisme, maka berhubung dengan perbedaan
banyaknya grondstoffen itu, boleh saya katakan Amerika adalah
kapitalisme royal. Inggris kapitalisme setengah royal, Belanda kapitalisme
setengah kikir, Spanyol kapitalisme kikir. Imperialisme, ialah anak daripada
kapitalisme itu, tabiatnya ya lain-lain. Yang anak dari pada kapitalisme
royal tabiatnya liberal : liberal imperialisme.
Sekali lagi saya peringatkan, ialah pada saat lahirnya liberal
imperialisme. Yang dianakkan oleh kapitalisme setengah royal ialah
Inggris, adalah imperialisme semi liberal. Semi artinya setengah. Yang
diperanakkan oleh kapitalisme setengah kikir, adalah imperialisme semi
ortodoks. Yang diperanakkan oleh kapitalisme kikir, adalah imperialisme
ortodoks. Jadi pada mulanya imperialisme Amerika adalah imperialisme
liberal, imperialisme Inggris adalah imperialisme semi liberal, imperialisme
Belanda adalah imperialisme semi ortodoks. Di dalam segala tinda
tanduknya saudara melihat perbedaannya. Imperialisme yang liberal
terhadap rakyat yang dikolonisir, luas dada, liberal ini boleh, itu boleh,
lapang dada. Yang semi liberal, setengan menindas setengan lapang dada.
Yang semi ortodoks adalah setengah, ya kasih jalan sedikit-sedikit untuk
boleh berpikir, boleh ini – boleh itu, tetapi pun menindas.
Apa sebabnya saudara-saudara, kok imperialisme Inggris semi
liberal, imperialisme Belanda semi ortodoks, imperialisme Amerika liberal,
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 29
imperialisme Spanyol ortodoks? Sebabnya, saya buat perbandingan
sekarang supaya lebh terang bagi Saudara-saudara ialah imperialisme
Inggris di India dan imperialisme Belanda di Indonesia, nanti saudarasaudara
mengerti : Oo, Bung Karno itu kesitulah maunya, mau
menerangkan kepada saudara-saudara bahwa reaksi kepada imperialisme
Belanda ini tak boleh lain kepada seluruh rakyat bersatu padu, yang
nantinya sampai menjadi dasar uraian Pancasila. Imperialisme Inggris di
India, sudah saya tidak bicarakan imperialisme Amerika di Filipina,
saudara-saudara sudah tahu, memang tadinya itu liberal sekali tatkala
Filipina jatuh di dalam tangan imperialisme Amerika, lekas mereka buka
sekolah ini, buka sekolah itu, buka ini, buka itu kesan kepada rakyat
Filipina laksana, bolehlah-bolehlah sehingga didalam tempo 1904 sampai
1947, kurang dari 50 tahun, Filipina boleh menjadi satu bangsa yang
merdeka tetapi ia dengan beberapa injeksi-injeksi dari Amerika.
Sebaliknya kita melihat di India sampai ada perjuangan rakyat yang hebat.
Di Indonesia pun ada perjuangan yang hebat.
Di Filipina dulu ada perjuangan rakyat Filipina yang hebat
menentang imperialisme Spanyol yang ortodoks itu tadi. Imperialisme
Spanyol itu sama dengan imperialisme Portugis sekarang yang di Timor,
wah ortodoksnya bukan main. Di pulau Timor itu misalnya, salah sedikit,
masuk penjara dengan rantai dibelenggu, sampai sekarang. Coba kalau
saudara datang di bagian Timor, di Atamboa, yang hanya beberapa meter
dari kolonial Portugis, Saudara mendengar keluhan rakyat di sana, bukan
main caranya rakyat ditindas, tidak diberi banyak sekolahan, cuma
beberapa sekolah, main penjara; persis seperti imperialisme Spanyol di
Filipina dahulu itu, ortodoks. Saudara mengetahui sejarah pemimpinpemimpin
Filipina yang termasyhur. Itu semua pemimpin-pemimpin yang
menantang Spanyol. Namanya Dr. Rizal, misalnya, yang ditembak sonder
banyak proses orang Spanyol, namanya harum diingatan kita. Dia adalah
pemimpin besar rakyat Filipina menantang imperialisme Spanyol yang
ortodoks. Saudara mendengar nama pemimpin Apollomario Mabini, juga
pemimpin Filipina menentang imperialisme Spanyol. Memang perjuangan
rakyat Filipina menentang imperialisme di waktu imperialisme ortodoks.
Sebaliknya, rakyat Filipina yang berjuang terhadap imperialisme Amerika
tidak sehebat perjuangan yang telah dilakukan di bawah pimpinan Rizal,
atau Aquinaldo, atau Mabini. Sebenarnya ialah perbedaan sifat corak
imperialisme ini.
Sekarang saya akan menjelaskan kepada Saudara-saudara, lebih
jelas imperialisme Inggris di India, imperialisme Belanda di Indonesia.
Saya tadi telah berkata kepada Saudara, bahwa Inggris adalah negara
yang berbasis grondstoffen-nya boleh dikatakan agak cukup. Biji besi ada,
batu bara ada, keperluan-keperluan untuk membangun kapitalisme ada,
boleh dikatakan Inggris dapat membangunkan kapitalisme tanpa bantuan
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 30
basis grondstoffen negari lain. Karena itu, pagi-pagi, Saudara-saudara,
kapitalisme Inggris sudah berkembang biak. Pagi-pagi, kapitalisme Inggris
sudah memproduksi barang-barang hasil produksi yang banyak sekali.
Pagi-pagi kapitalisme Inggris sudah menderita overproductive. Di negeri
Inggris sendiri Anda melihat, pagi-pagi reaksi kaum buruh terhadap
kapitalisme Inggris itu meledak. Oleh karena memang kapitalisme di
Inggris pagi-pagi sudah tumbuh. Penindasan kaum buruh mendirikan bulu
roma kita. Anak-anak umur 8 – 9 tahun sudah dikerjakan 13 – 14 jam.
Gerakan kaum buruh yang dimulai di Inggris, bukan gerakan kaum buruh
revolusioner. Tetapi gerakan kaum buruh yang dipimpin oleh Robert Owen,
dipimpin kemudian oleh orang-orang seperti Kale Hardy, Sydney Webb,
Beatrice Webb. Dan kemudian gerakan ini bertumbuh menjadi labour party
di dalam bidang politiknya. Gerakan kaum buruh di Inggris pagi-pagi telah
bangkit sebagai reaksi terhadap kapitalisme Inggris yang pagi-pagi sudah
tumbuh itu tadi. Bahkan kapitalisme Inggris ini pagi-pagi sudah terkena
penyakit overproductive.
Terlalu banyak produksi yang tidak bisa di jual, di Inggris sendiri Cap
“made ini England” dulu sangat termasyhur, made in England. Belakangan
baru timbul “made ini Germania”, belakangan timbul lagi “made in Japan”,
“made in England”, “made in Germania”. Semuanya itu kemudian
penyebab dari peperangan dunia yang pertama. Saingannya begitu hebat
sampai meledak menjadi peperangan. Tetapi pagi-pagi kita melihat ”made
in England”, produksi yang banyak sekali dan tidak dapat di jual habis di
tanah Inggris. ”made in England” kita bisa baca di segalam barang-barang
terutama sekali barang-barang terbuat dari besi: martil ”made in England”.
Mesin jahit ”made in England”. Ya segala barang-barang ”made in
England”. Demikian pula barang hasil tenun. Saudara-saudara mengetahui
sendiri bahwa mesin uap dan mesin tenun mula-mula didapatkan orang di
Inggris. Sebagai pemunculanan dari activiteit kapitalisme itu mesin uap,
mesin pintal, mesin tenun, ”made in England” semuanya. Hasil daripada
pemintalan dan penenunan ini menjadi barang-barang yang terbaik seperti
barang-barang wol, mengalami overproductive. Tak bisa dijual di Inggris,
dicarikan pasar di luar Inggris. Sampai sekarang Saudara-saudara
mengetahui, bahwa wol Inggris paling jempol. Nah, kapitalisme di situ
Saudara-saudara, pagi-pagi subur, tetapi pula menghadapi persoalan
overproductive, pagi-pagi dus terpaksa mencari pasaran untuk
overproductive itu di luar negeri. Dan ini yang bernama imperialisme;
imperialisme dlam arti yang modern. Jadi, barang-barang ini dibawa ke
negeri orang lain untuk dijual ke negeri orang lain itu, terutama sekali
dibawa ke India.
Nah. Sekarang penting yang Saudara harus pegang betul-betul,
imperialisme Inggris yang datang ke India. Seperti diketahui rakyat India
pada waktu itu belum 300, tapi 230 juta, toh sudah menajdi pasar yang
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 31
hebat. 230 juta manusia yang harus membeli overproductive ini. Jadi,
imperialisme Inggris ke India itu terutama sekali adalah imperialisme
dagang, handels-imperialisme, membawa barang India untuk di jual ke
India. Nah, agar supaya rakyat India, Saudara-saudara, membeli barangbarang
overproductive ini yang berupa gunting, berupa pisau, berupa
mesin jahit, berupa bahan pakaian, agar supaya rakyat India ini bisa
membeli, ingin membeli, maka politik imperialisme Inggris di India itu
adalah politik yang lain dari imperialisme Belanda di Indonesia.
Agar supaya suatu bangsa, rakyat, suka membeli, koopwil dan
koopkracht, kemudian membeli dan kemampuan membeli bangsa itu tidak
boleh dimatikan sama sekali. Rakyat India dibuat, dijadikan satu bangsa
tidak mati kutunya sama sekali, sebab kalau mati kutunya sama sekali
tidak bisa membeli. Karena itulah imperialisme Inggris di India pagi-pagi
sudah mengadakan sekolahan, bahkan pagi-pagi telah mengadakan
university. Saudara-saudara dapat membaca di dalam kitab sejarah India,
tidak dimatikan sama sekali, tetapi Saudara-saudara, India adalah salah
satu bangsa yang telah mempunyai satu kelas pertengahan dan kelas
borjuis yang hendak tumbuh. Kelas pertengahan dan kelas borjuis India
yang hendak tumbuh ditimpa barang-barang hasil daripada overproductive
Inggris. Padahal kelas pertengahan dan kelas borjuis India ingin mencari
laba, membikin uang, cari uang daripada penjualan barang-barang bikinan
kelas pertengahan dan kelas borjuis India sendiri. Jadi yang paling merasa
mendapat saingan dari Handels imperialisme Inggris itu, ialah justru kelas
pertengahan dan kelas borjuis, yang opkomend dari India ini. Oleh karena
itu gerakan menentang imperialisme Inggris ini mula-mula terutama sekali
keluarnya dari kelas inilah kemudian membentuk di India itu Indian
National Conggres tahun 1885. Pemimpin-pemimpinnya ialah kaum kapital.
Saya tidak bicara tentang Gandhi, itu belakangan, tetapi pemimpinpemimpin
India yang mula-mula itu semuanya kapitalis-kapitalis,
semuanya pengusaha-pengusaha. Orang-orang kaya dari gerakan itu
semuanya di bantu oleh milyuner-milyuner, misalnya Tata. Tata yaitu
pengusaha milyuner, membantu keras pada gerakan ini, oleh karena Tata
pun merasda mendapat saingan hebat daripada productive besi dari
Inggris. Tata ialah pengusaha besi, membikin gunting, membikin pisau,
membikin meja dari besi, bikin ini bikin itu. Lho, ini impor dari Inggris,
terutama sekali dari Birmingham. Wah, Tata ya mendapat saingan. Tata
membantu kepada gerakan ini. Bahkan Birla itu sahabat karib dari
Mahatma Gandhi. Bahkan Mahatma Gandhi ini ditembak orang di rumah
Birla.
Saya tadi menceritakan bahwa gerakan dari kaum pertengahan dan
borjuasi India ini menunggangi rakat India. Coba saudara-saudara llihat,
semboyan daripada gerakan di sana itu, terutama sekali itu, terutama
sekali apa? Semboyan ekonominya, ialah swadesi. Ya tentu gerakan
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 32
swadesi itu mempunyai harga-harga yang tinggi sekali bagi bangsa. Ya
tentu gerakan swadesi itu adalah baik bagi bangsa. Sebab dianjurkan
kepada bangsa untuk membuat sendiri keperluan hidupnya. Swa artinya
sendiri, desi dari perkataan desa, yaitu negeri sendiri. Swadesi artinya
dari desa sendiri, dan negeri sendiri. Sebagai slogan memang baik sekali.
Tetapi tidak baiknya gerakan swadesi ini ialah ia punya kekolotan. Artinya
kekolotan, tidak mau kepada kemoderenan. Memang keadaan rakyat India
yang hendak dipergunakan oleh kaum pertengahan dan kaum borjuasi ini
tidak bisa di ajak kemoderenan. Tidak bisa menggeraakkan rakyat
berpuluh-puluh, beratus-ratus milyun: ayo kita bersama-sama
mengadakan pabrik modern. Ayo kita mengadakan listrik, mengadakan
kereta api, mengadakan kapal udara, segala modern. Hanya bisa oleh
sekelompok orang yang banyak uang, yaitu kapitalisten atau oleh
organisasi negara. Tetapi mengajak rakyat jelata untuk modernisme, tidak
bisa.
Nah, inilah salah satu cacat daripada gerakan swadesi, oleh karena
gerakan swadesi itu di bawah pimpinan Mahatma Gandhi yang tidka mau
dengan kemoderenan. Bahkan Gandhi memberi satu falsafah anti mesin.
Dikatakan bahwa mesin itu bikinan setan. Ya, ini perkataan Gandhi: devils
work. Gandhi tidak mau kepada mesin, sebab ia melihat mesin di Eropa
sebagai alat penindasan manusia. Memang dipergunakan oleh kapitalisme
di Eropa Barat sebagai alat penindasan karena itu Gandhi berkata, “jangan
pakai mesin, mesin adalah devils work, buatan Setan. ”Dia anti kepada
kemodernenan. Ia punya cita-cita adalah satu cita-cita sosial yang kolot.
Gandhi tidak mempunyai politik ideologi, tidak punya cita-cita politik yang
jelas. Kalau ditanya kepada Gandhi: Gandhi-ji, apakah cita-cita politik
daripada tuhan? Apakah republik, monarkhi, apakah negara kesatuan,
apakah federalismo? Gandhi tidak dapat menjelaskan dengan tegas
paling-paling ia menjawab: swa raj. Swa artinya sendiri, raj artinya raja,
pemerintah. Swaraj artinya pemerintah sendiri. Paling-paling itu kita masih
mengajaw swaraj, swaraj. Cita-cita politiknya tidak tegas, entah republik,
entah monarkhi, entah negara persatuan, entah negara federal, entah
dominion staus, tidak tegas. Swa raj, segala swa raj, sebaliknya ia
mempunyai cita-cita social, jadi cita-cita kemasyarakatan dan apa yang ia
cita-citakan, yaitu satu masyarakat yang disitu tidak ada penjelasan, yang
di situ tidak ada penghisapan, tetapi juga yang disitu tidak ada mesinmesin,
tidak ada pabrik-pabrik. Ia punya cita-cita sosial yaitu manusia
dengan manusia hidup tentram, rukun, tiap-tiap orang mempunyai
sebidang tanah kecil, tanam makanan rakyatnya sendiri, menenun sendiri,
tidak perlu lokomotif, tidak perlu ini itu. Rakyat harus hidup dalam satu
susunan tentram.
Nah, ini yang dinamakan kolotnya gerakan swadesi. Tetapi pada
hakekatnya gerakan swadesi ini adalah statu penentangan kepada
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 33
imperialismo, sebab di dalam prakteknya gerakan swadesi bukan sekedar
positif dari segi positifnya menanam kapasnya sendiri, memintal benang,
menenun sendiri. Tidak! Tetapi juga mempunyai bidang negatifnya, yaitu
tidak mau membeli barang bikinan Inggris, yang dinamakan boycott action.
Tidak boleh rakyat, terutama sekali anggota-anggota dari Indian Nacional
Conggres, memberi barang buatan Inggris. Bahkan eksesnya barangbarang
buatan Inggris Kadang-kadang di serbum dibawa keluar, ditumpuk,
ditimbun, dibakar, seperti yang terjadi di Chouri-Chora. Dengan gerakan
swadesi ini maka handels imperialismo Inggris ahíla supaya rakyat India
membeli barang-barangnya. Ditentang oleh gerakan swadesi; diboikot
barang-barang Inggris, dan rakyat India mengadakan gerakan swadesi
positif, membikin barang sendiri. Tetapi dalam kaum pertengahan dan
kaum borjuasinya, Semarang, di Calcuta, Saudara akan melihat pabrikpabrik
tenue yang Herat. Tata yang begitu membantu dengan uang lepada
gerakan Gandhi, ia adalah industrial besi yang besarnya hanya dikalahkan
dengan industrial Jepang, Yawata Kaisha.
Saudara-saudara, jelas, gerakan India adalah salah satu gerakan
gerakan sebenarnya dair kaum pertengahan dan kaum borjuasi yang
timbal dengan mempergunakan rakyat jelata. Ada baiknya di sini saya
menerangkan kepada saudara, hal kenapa gerakan India itu tidak
mempergunaan kekerasan? Memang saudara-saudara, situasinya lain
daripada kita. Kita mempergunakan kekerasan, mengadakan physical
revolution, karena kita pada bulan Agustus menghadapi imperialismo yang
hendak kembali, dan pada waktu itu ada desempatan baik untuk
merampas sensata dari tangan Jepang, dan tidak boleh saudara-saudara
lupakan, kita setengah tahun mendapa desempatan baik untuk melatih kita
punya diri mempergunakan sensata. Di India tidak, kesempatan yang
demikian itu tidak ada, bahkan sekali Gandhi keluar dengan falsafah yang
ia punya, yang bukan saja menentang devils work yang berupa mesin;
berupa segala hal yang modern, tetapi juga menentang penggunaan
kekerasan. Ia punya falsafah ialah apa yang dinamakan ahimsya. Tidak
boleh mempergunakan kekerasan batin juga tidak boleh. Jangan menyakiti
hati orang lain begitu pula jangan menyakiti badan orang lain. Ahimsya
yang di dalam pemunculan bidang politiknya berupa gerakan satya graha,
ekonominya bikin barang sendiri. Jangan beli barang Inggris; ekonomis.
Bidang politiknya yang keluar dari falsafah Ahimsya ini, satye graha,
artinya setia kepada kebenaran. Bagaimana setia kepada kebenaran?
Tidak mau ikut atau membantu kepada yang salah, tidak mau membantu
kepada yang salah, jadi, di dalam bidang politiknya jangan kerjasama
dengan pihak Inggris, sebab pihak Inggris itu salah. Jadi non-cooperation.
Lha ini perkataan yang termasyhur, non-kooperasi, jangan kerja sama
dengan pihak yang salah. Mau jadi emtenar Inggris, keluarlah, letakkan
kau punya jabatan. Dan kalau engkau tetap jadi embtenar Inggris, engkau
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 34
ikut dia punya kesalahan. Jangan menjadi hakim di kehakiman Inggris,
jangan menjadi guru di sekolahan Inggris, jangan menjadi anggota dari
suatu dewan yang dibikin Inggris, satya graha dan jangan sekalil-sekali
menggunakan kekerasan, membandellah, ambalela, jangan ikut, jangan
mau kau jikalau di tangkap, ya sudah biarlah masuk di dalam penjara,
biarlah jangan melawan. Di pukuli polisi-polisi, di sana pada jaman itu
sama dengan polisi Belanda di sini, mempunyai phentung, yang namanya
lathi, jangan membantah, membandellah, ambalela. Beribu-ribu, berpuluh
ribu, pada satu saat 76.000 kaum satya graha ini dimasukkan di dalam
penjara. Itu adalah bidang politiknya, non-cooperation. Bidang ekonominya,
swadesi. Nah, begitulah asal mulanya gerakan India, oleh karena
menghadapi handels imperialisme.
Kita bagaimana? Kita sekarang mulai menguraikan kita sendiri.
Persatuan dari tiap golongan, sedang di India kaum pertengahan dan
kaum borjuis yang merasa dan mendapat pukulan hebat daripada impor
handels imperialisme, yang menantang kepada handels imperialisme
Inggris ini, dengan mempergunakan rakyat India agar rakyat India tidak
mau membeli barang-barang bikinan Inggris. Swadesi, satyagraha,
memang akhirnya berhasil. Pihak imperialisme Inggris kewalahan, dan
pada tahun 1947 India diberi kemerdekaan yang mempunyai dominion
status, dan di dalam tahun 1950 tanggal 26 Januari oleh rakyat India,
tetapi masih di dalam commonwealt.
Indonesia bagaimana? Indonesia tidak menghadapi hanya handels
imperialisme. Apa sebabnya? Sebabnya ialah, negeri Belanda adalah satu
negeri yang miskin, yang kekurangan basis grondstoffen. Saudarasaudara
tahu sejarah daripada imperialisme Belanda di Indonesia. Mulamula,
dan kalau saudara membaca Indonesia Menggugat, orang Belanda
itu datang kesini sekedar untuk membeli barang-barang seperti cengkeh,
pala, beli ini beli itu, hasil-hasil pertanian di sini. Kalau di tinjau sejarah
yang lebih tua, begini: dulu, di abad XV, XVI, orang Eropa sudah
mengenal cengkeh, pala, sutra bikinan Tiongkok, dan sebagainya. Tetapi
barang-barang ini, pala, cengkeh, sutra bikinan Tiongkok, ada juga cat
merah, dan lain-lain sebagainya, di datangkan ke Eropa in tidak seperti
sekarang, jalannya dulu ialah barang-barang dari Indonesia, pala, cengkeh
ialah barang-barang dair India, barang-barang dari Tiongkok dan lain-lain
sebagainya semu boleh diaktakan dikumpulkan di Tiongkok dulu, dari
Tiongkok lalu melalui jalan-jalan karavan, kafilah-kafilah, melalui Sentral
Asia, Asia Tengah, padang pasir Gobi, muncul di Midden Oosten, Midle
East, yaitu di Libanon. Dari situ dibawa ke kota di sebelah laut Adriatik,
Venesia, dari kota Venesia di ambil oleh perahu-perahu, kapal-kapal
pedagang dari Inggris, dari Belanda, dari negeri-negeri yang lain, pada
waktu itu. Venesia adalah salah satu kota transito. Barang-barang dari
Tiongkok melalui sentral asia, pergi ke Libanon ke Venesia, dari Venesia
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 35
disebarkan ke Eropa Barat. Pada waktu itu istana-istana di Venesia yang
indah, yang sampai sekarang menjadi kekaguman orang, dibuat. Kalau
saudara datang ke Venesia sekarang, saudara melihat istana dari marmer,
itu buatan jaman itu. Gereka San Marco buatan dari jaman itu. Abad XIV,
XV, XVI, dan belakangan ini, tukang mengambil cengkeh, pala dan lainlainnya
itu, mencari hasrat untuk mencari sendiri jalan pengambilan
barang-barang itu, lantas dikirimlah orang-orang untuk mencari jalan.
Saudara tahu sejarah Vasco da Gama, Bortolommeo Diaz, sejarahnya
Cornelis de Houtman, dan lain-lain itu, mereka mencari jalan ada yang ke
barat terus dan dia terdampar di Amerika, yaitu Colombus, dan dia
bertepuk dada merasa menemukan Amerika. Padahal tidak. Lebih dulu
daripada Columbus ialah Amerigo Vespucci yang menemukan Amerika, -
kalau boleh memakai perkataan menemukan sebagian ke barat, sebagian
dari negeri Belanda dan Spanyol mengelilingi Tanjung Harapan, ujun
paling selatan Afrika, masuk lautan pengambilan barang-barang itu Hindia,
ketemulah tempat-tempat merica, dan cengkeh itu. Nah, dus bisa ketemu
jalan ini, saudara-saudara, belum ada Terusan Suez, - datanglah apa yang
di dalam kitab saya, saya namakan ”Imperialisme Belanda Kuno”.
Sekedar mengambil bahan-bahan ini tadi, mengambil cengkeh,
merica, pala, dan lain-lain sebagainya, dibawa ke Eropa melewati Tanjung
Harapan, di bawa ke Eropa, dijual di Eropa dengan banyak laba. Di situ
negeri Belanda mulai naik. Sehingga pada abad XVII negeri Belanda
mengalami abad keemasan. Orang Belanda sendiri menamakan abad
XVII itu “de gouden eeuw”, yaitu laba daripada pengambilan sini, pulang
dijual, berangkat lagi, pulang jual. Nah, uang laba ini saudara-saudara,
sebetulnya bertumpuk-tumpuk. Dibawa kemana uang laba ini? Apakah
oppotten, dicelengi terus di negeri Belanda? Tidak. Terutama sekali
kelihatan di Inggris kapitalisme timbul, di Jerman kapitalisme timbul. Uang
ini dibawa ke Indonesia kembali, dan ditanamkan di Indonesia. Uang
ditanamkan di Indonesia dengan berbagai obyek. Ada yang dijadikan
pabrik gula, ada yang kebun-kebun teh, ada yang kebun-kebun karet, ada
yang dijadikan tempat pertambangan, dan sebagainya. Jadi, imperialisme
modern di Indonesia adalah imperialisme penanaman uang. Di dalam ilmu
ekonomi, uang yang demikian ini dinamakan finanz kapital. Imperialisme
Belanda di Indonesia adalah imperialisme finanz kapital. Indonesia oleh
imperialisme finanz kapital ini dijadikan tempat pengambilan basis
gronstoffen. Untuk kapitalisme di negeri Belanda. Uang ditanamkan di sini,
misalnya di dalam kebun karet atau dalam kebun kelapa sawit, dan
sebagainya. Ini kelapa sawit atau karet ini, menjadi gronstoffen. Misalnya
minyak kelapa sawit di bawa ke negeri Belanda, minyak ini menjadi salah
satu basis gronstof untuk pabrik sabun dan lain-lain sebagainya. Hasil dari
produksi dengan bahan kelapa sawit, dibawa lagi ke Indoneis, dijual di
Indonesia ini. Jadi akhirnya menjadi tempat pengambilan bahan-bahan
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 36
untuk kapitalisme di negeri Belanda itu. Tetapi yang paling mendalam di
dalam perikehidupan kita, ialah terutama sekali penanaman modal. Di sini
dibangunkan perkebunan, industri-industri, tetapi semuanya perkebunanperkebunan
dan industri-industri itu tadi bisa berjalan dengan sebaikbaiknya,
harus dipenuhi beberapa hal yang berbeda yang sekali daripada
syarat-syarat berkembangnya handels imperialisme.
Handels imperialisme, saya ulangi lagi, bisa berkembang baik kalau
rakyatnya mempunyai koopwil dan koopkracht. Handels imperialisme
dengan sendirinya mampus, kalau rakyatnya tidak bisa dan tidak mau beli.
Tetapi finanz kapital mempunyai eisen lain, mau menanamkan modal di
sini, dijadikan onderneming pegunungankah atau onderneming di tanah
datarkah. Mau tanam tembakau di daerah Yogyakarta atau Solo. Mau
tanam tebu di lembah sungai Brantas. Misalnya bagaimana bisa tanam
tebu di lembah Sungai Brantas, atau bisa tanam tembakau di lembah
Bengawan Solo, sekitar Solo dan Yogyakarta, dan sebagainya. Harus
menyewa tanah, sebab tanah milik rakyat. Agar sewa tanah ini
dimungkinkan, diadakan ordonansis yang dinamakan grondhuurordonantie,
pada pertengahan abad ke-19, yang memberi kesempatan kepada
pengusaha asing menyewa tanah dari rakyat untuk ditanami tebu, untuk
ditanami tembakau, untuk ditanami apa pun. Agar supaya laba bisa tinggi,
sewa tanahnya jangan mahal. Agar sewa tanah tidak mahal,
levenstandaard dari rakyat ditekan. Handels imperialisme malahan agak
menaikkan levenstandaard, artinya dipelihara koopwil en koopkracht.
Finanz kapital imperialisme malahan menekan supaya sewa tanah tidak
terlalu tinggi. Sewa tanah itu ditentukan oleh levenstandaard, standar
hidup dari rakyat. Rakyat yang standar hidupnya rendah akan sudah
senang menerima sewa yang murah. Kecuali sewa tanah, finanz kapital
yang menanamkan modalnya di sini itu memerlukan kaum buruh. Juga
kaum buruh ini harus kaum buruh yang upahnya rendah. Kalau kaum
buruh itu upahnya tinggi, labanya kurang bagi kaum imperialis.
Jadi, diusahakan dengan segala macam agar supaya kaum buruh
upahnya rendah. Sampai kita pernah mengalami satu waktu, upah kaum
buruh 8 sen satu orang sehari. Dihitung hidupnya rakyat Indonesia bahkan
pernah segobang sehari. Tetapi upah buruh pernah di suatu tempat itu 8
sen sehari, 12 sen seorang sehari. Paling-paling 25 sen seorang sehari.
Minimumloon, Rakyat Indonesia dijadikan minimum lijdster. Ini istilah dari
seorang Belanda sendiri, dari seorang yang selalu saya sitir, yaitu Dr.
Huender, yang mengatakan bahwa rakyat Indonesia itu adalah
minimumlijdster. Segalanya itu minimum, upahnya minimum, pakaian
minimum. Segalanya minimum, upahnya minimum sehingga konklusinya
ialah, yang sering saya katakan, rakyat Indonesia adalah een volk van
koelies en een koelie onder de natie. Inilah efak dan usaha daripada finanz
kapital imperialis. Jangan diajarkan kepada rakyat kebutuhan-kebutuhan
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 37
yang bukan-bukan. Sekolah-sekolah jangan lekas-lekas diberi, palingpaling
sekolah yang sudah palang minimum. Di India tidak, kata saya tadi.
Pada tahun 1865 kalau tidak salah, universitas yang pertama dibuka. Kita
Saudara-saudara, sampai permulaan abad sekarang ini, tidak mengenal
akan universitas. Sekolahnya sekolah rendah. Semua sekolah menengah
hanya untuk Belanda sendiri, atau putra-putra dari pegawai Indonesia, dan
sistemnya nyata, sistem membikin kita menjadi kaum buruh. Saya pernah
duduk di dalam sekolah rendah.
Pada permulaan abad sekarang ini, padahal waktu itu sudah tahun
1915, sebagai murid dari sekolah rendah itu saya sudah diajar ilmu ukur
dengan meetiketting, rantai ukur itu, kita murid-murid harus bisa mengukur
halaman, mengukur sebidang tanah, tak lain tak bukan supaya nanti bisa
menjadi mandor ukur. Jadi standar hidup diperendah sekali, Saudarasaudara.
Bahkan demikian jauhnya usaha merendahkan levenstandaard
kita ini, sehingga dulu, kelas pertengahan kita dan kelas borjuasi dulu
sama sekali akhirnya juga padam. Dulu misalnya kita membikin bahan
pakaian kita sendiri.
Saudara, kalau baca di dalam kitab-kitab yang ditulis komisi,
minderwelvaatscommissie, atau kitab yang ditulis oleh Kroevaart,
Saudara-saudara dapat membaca bahwa di dalam abad ke-18, kita ini
masih selfsupporting di dalam lapangan tekstil. Ya, bukan tekstil mesin,
tetapi tekstil tenunan. Sebagaimana Saudara lihat di pulau-pulau
Indonesia Timur sekarang, masih ada disana selfsupporting barang
tenunan sendiri, misalnya di Sumba, di pulau Kisan dan lain-lain. Itu masih
selfsupporting. Tetapi sebagai tadi saya katakan, sebagian dari laba finanz
kapital ini dijadikan industri di negeri Belanda, antara lain industri tenun
Twente. Oleh industri tenun ini Saudara-saudara, matilah sama sekali
middentand kita yang tadinya bisa membuat tekstil. Jadi meskipun di satu
pihak finanz kapital merendahkan standaard hidup rakyat, oleh karena
memang demikianlah eisen daripada finanz kapital, tetapi sebaliknya
handelskapital Belanda yang datang di sini membawa tekstil daripada
Twente mematikan kelas pertengahan kita dan kelas borjuis. Bisa
mematikan oleh karena impor yang dibawa ke sini adalah impor yang amat
murah sekali, tidak sebagai impor Inggris di India. Impor di India itu
mengenali kwaliteitten, ada kualitet yang hebat-hebat, sebagaimana
sampai sekarang Saudara mengetahui, wol dari Inggris kualitet tinggi.
Untuk menjual barang kualitet tinggi ini memerlukan koopwil dan
koopkracht daripada rakyat. Impor tekstil dari negeri Belanda ke sini bukan
tekstil kualitet tinggi, bukan tekstil buat kaum wanita yang berupa
bembergzijde, bukan kain wol yang hebat-hebat seperti bikinan Lancaster.
Tidak! Saya mengalami Saudara-saudara, dulu kain citta yang saya pakain
enam sen satu elo.
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 38
Dulu ukurannya itu elo, 70 cm. Jadi lage kwaliteiten. Dan itu tidak
memerlukan satu bangsa yang levenstandaard-nya harus dinaik-naikkan.
Cukup dengan satu bangsa yang levenstandaard-nya memenuhi eisen
daripada finanz kapital imperialisme itu. Sehingga Saudara-saudara,
akhirnya kita ini menjadi satu bangsa kelas kecil. Kita tidak mempunyai
orang-orang yang kaya, seperti di India. Di India mempunyai Birla,
mempunyai Tata, mempunyai famili Nehru, bapaknya Jawaharlal Nehru,
itu bukan main dia milyunernya. Orang bilang, dia cucikan, dia seterikakan
baju-bajunya itu di London. Tidak mau cucian di Alahabat, meskipun dia
diam di Alahabat. Pakaian kotor-kotor dikirim ke London, cuci di London,
diseterikakan di London. Orang kaya di Indonesia tidak ada, semuanya
kelas kecil.
Pegawai kelas kecil, tidak ada pegawai tinggi. Paling-paling yang
paling tinggi yaitu bupati atau adipati. Tetapi yang lain-lain ialah klerekklerek,
paling-paling opseter-opseter. Dalam tentara KNIL, berapa orang
yang jadi kapten? Tidak ada. Satu orang atau dua orang mayor. Yang lain
itu paling-paling sersan. Pendek kata, segala yang besar itu ialah Belanda,
yang kecil-kecil Indonesia, sampai kepada rakyat jelatanya merupakan
minimumlijster. Kaum buruh ada yang mendapat 8 sen sehari, tani ya tani
kecil, tidak ada tani besar. Saya tidak mengatakan bahwa kita harus
mempunyai grootbezit, tidak; tetapi saya hanya mengatakan bahwa rakyat
Indonesia itu hanya rakyat kecil.
Berhitung dengan itu Saudara-saudara, maka aksi untuk
meruntuhkan imperialisme itu haruslah terdiri dari gabungan semuanya
yang kecil itu. Di India bisa dipergunakan kekuatan kaum borjuis dan
middenstand. Di Amerika kekuatan dari borjuis dan middenstand yang bisa
mengadakan satu angkatan perang. Saudara tahu, bagaimana di Amerika
permulaan revolusi itu? Yaitu di waktu beberapa orang pedagang teh
melemparkan tehnya ke dalam laut oleh karena impor teh harus
membayar pajak. Itulah meletusnya revolusi di Amerika, ialah membuang
teh di dalam laut, yang dimulai oleh kaum pengusaha. Di India gerakan
nasional bertulang punggung kepada kaum borjuasi nasional. Kita tidak.
Kita tidak mempunyai borjuasis nasional. Sudah tidak mempunyai. Dulu di
dalam abad ke-16, 17, 18, kita mempunyai borjuasi nasional yang bisa
selfsupporting di atas lapangan tekstil misalnya, tetapi di dalam abad ke-
20, akhir 19, tidak ada kelas borjuasi nasional itu.
Jadi, gerakan melawan imperialisme itu adalah gerakan dari segala
yang kecil. Sifatnya sudah lain, Saudara-saudara. Di sana borjuasi
nasional yang menunggangi rakyat jelata, di Indonesia tidak bisa berjalan
pada rakyat jelata tok, di dalam segala macam. Ambtenaar-ambtenaar
kecil duduk di dalamnya. Dari pihak pengusaha-pengusaha ada duduk di
dalamnya tetapi kecil. Semuanya kecil. Gerakan Sarikat Islam misalnya.
Sarikat Dagang Islam yang diadakan mula-mula oleh Kiyai Samanhudi, di
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 39
dalam tahun 1910, begitu setelah Budi Utomo. Ya, Sarikat Dagang Islam,
ya pedagang-pedagang seperti Tata,, seperti Birla, seperti Nehru.
Bapaknya Nehru itu bukan pedagang tetapi advokat besar yang
mempunyai andil di dalam beberapa perusahaan. Sarikat Dagang Islam
pun, Saudara-saudara, gerakan daripada pedagang kecil, bahkan yang
masuk di dalamnya petani-petani kecil, buruh kecil, semuanya yang kecil
masuk di dalamnya. Ini yang menjadi kekuatan kita, siap di seluruh
Indonesia, golongan kecil, ya buruh, ya tani, ya pegawai, ya daripada
pihak pedagang, ya nelayan, ya kusir, ya tukang bengkel, ya semuanya,
kita himpun kekuatannya. Jadi kita perlukan bagi menangnya gerakan kita
satu hikmat persatuan. Kita menghadapi soal ini, Saudara-saudara,
bagaimana bisa menumbangkan imperialisme. Ya, kita harus bisa bersatu,
mempersatukan tenaganya yang kecil ini, ya tenaganya kaum buruh, ya
tenaganya kaum tani. Tenaganya kaum buruh untuk menghadapi industriindustri
dari finanz kapital itu, tenaga-tenaga kaum tani kita butuhkan untuk
menentang perkebungan-perkebunan baik di tanah datar maupun di
pegunungan. Kita butuhkan segenap tanega dari rakyat Indonesia.
Pada suatu waktu saya sampai pada satu saat yang saya
memerlukan satu nama umum bagi semua yang kecil-kecil ini. Ya buruh,
ya tani, ya pegawai, ya nelayan, dan lain-lainnya ini, semuanya tidak ada
yang besar, melainkan kecil-kecil semuanya. Lantas saya beri nama
kepada semuanya “Marhaen”. Tidak bisa disebut proletar, kataku. Sebab
apa yang dinamakan proletar? Barangkali Saudara-saudara sudah
mendengar uraian ini, tetapi baiklah saya uraikan sekali lagi. Apa yang
dinamakan proletar? Pak, proletar itu kaum buruh. Tidak jelas! Marilah kita
tanya kepada Karl Marx sendiri dia yang mengadakan perkataan,
terkenalnya perkataan proletar. Menurut Marx, proletar adalah orang yang
menjualkan tenaganya kepada orang lain dengan tidak ikut memiliki alat
produksi. Ini definisi Marx. Proletar adalah orang yang menjualkan
tenaganya kepada orang lain dengan tidak ikut memiliki alat produksi. Apa
alat produksi? Kereta api adalah alat produksi. Bahkan gergaji, palu dan
lain-lain sebagainya adalah alat-alat produksi. Jikalau engkau menjualkan
tenagamu di dalam sesuatu perusahaan tetapi engkau tidak ikut memiliki
alat produksi, tidak ikut memiliki pabrik, tidak ikut memiliki mesin, tidak ikut
memiliki martil-martil, palu-palu, gergaji-gergaji di dalam pabrik itu, kamu
Cuma menjual tenagamu saja, engkau adalah proletar. Dan ini definisi
mengenai semua yang menjual tenaga. Kaum intelektual pu, insinyur yang
menjual tenaganya kepada satu perusahaan besar, perusahaan Philips,
Unilever, apapun, engkau hanya menjual tenagamu sebagai insinyur,
dengan tidak ikut memiliki pabarik Unilever, atau pabrik Krupp, engkau
adalah proletar. Tetapi namanya ialah intelectueel proletar, proletar
intelektual. Padahal, ya rumah, gedung, rumah yang didiami, engkau pergi
ke pekerjaan dengan mobil yang mengkilap, engkau adalah insinyur,
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 40
engkau adalah doktor, engkau adalah ahli kimia, oto yang mengkilap, tidak
miskin, tetapi yang engkau jual hanya tenagamu, pikiranmu, tidak ikut
memiliki alat produksi, engkau adalah proletar.
Jadi, si insinyur proletar, si dokter ilmu kimia yang bekerja kepada
Bayer misalnya, proletar; Cuma ia intelectueel proletar. Saya memerlukan
satu istilah buat ini, si kecil-kecil semuanya itu tadi. Buruh kecil ya proletar,
dia masuk di dalam golongan yang saya carikan istilah. Tani kecil perlu
juga istilah bagi si tani kecil ini; tetapi si tani kecil ini bukan proletar, sebab
ia punya alat produksi milik sendiri. Si nelayan kecil masuk di dalam
golongan yang saya carikan istilah, tapi ia bukan proletar, alat produksi
milik di sendiri. Si tukang gerobak kecil, ya tidak punya gaji, gerobaknya
dia punya sendiri, kudanya yang kurus itu dia punya sendiri. Lha ini
namanya apa? Saya carikan pada suatu ketika, untuk semua rakyat
Indonesia yang kecil-kecil ini.
Ceritanya ialah, pada suatu hari saya berjalan disebelah selatan
kota Bandung; kalau Saudara tahu desanya, namanya desa Cigereleng. Di
Cigereleng saya berjalan-jalan di sawah. Pada waktu itu saya memimpin
partai, saya jalan-jalan di sana, saya melihat seorang laki-laki sedang
menggarap sebidang tanah. Saya tanya: Bung, ini tanah siapa? Gaduh
abdi. Pacul ini siapa punya? Gaduh abdi. Artinya gaduh abdi itu, saya
punya. Gubuk itu siapa punya? Gaduh abdi. Engkau kalau sudah tanam
padi ini, hasil padi ini untuk siapa? Buat abdi. Wah, engkau kaya? Tidak.
Miskin. Maklum Cuma begini, dan meskipun tanah punya saya sendiri,
pacul saya punya sendiri, hasilnya pun saya punya sendiri, tetapi saya
miskin, paling miskin, coba lihat gubuk ini sudah reyot. Orang ini bukan
proletar. Miskin, tetapi bukan proletar, sebab alat produksi milik dia sendiri.
Sebaliknya, sebagai tadi saya katakan, meskipun mobilnya mengkilap
kalau alat produksi tidak dimilikinya dan dia Cuma menjual tenaganya saja,
ia adalah proletar. Orang ini bukan proletar, tetapi miskin seperti 95% dari
rakyat Indonesia adalah miskin. Saya tanya kepadanya: nama Bung
siapa? Marhaen jawab dia. Timbul ilham, kalau begitu semua rakyat
Indonesia yang miskin ini saya namakan “Marhaen”, ya yang proletar, ya
yang bukan proletar, ya yang buruh, ya yang tani, ya yang nelayan, ya
yang tukang gerobak, ya yang pegawai, pendeknya yang kecil-kecil semua,
“Marhaen”.
Ini bukan kita untuk digerakkan bersama untuk menumbangkan
imperialis, tidak memiliki borjuasi nasional, tidak memiliki tenaga angkatan
perang seperti sekarang.
Dulu tidak ada angkatan perang kita. Revolusi Amerika segera
setelah Thomas Jefferson, Thomas Paine, George Washington dan Palu
Rellier mengatakan: hayo kita melepaskan diri dari Inggris. Terus
dibentuknya angkatan perang: bahkan George Washington menjadi
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 41
panglima besar dari angkatan perang yang kemudian dipilih menjadi
presiden.
Kita tidak mempunyai angkatan perang, kita tidak mempunyai
borjuasi nasional. Kita harus, dan mutlak harus, hanya bisa
mempergunakan tenaga rakyat jelata sebagai satu verzmelnaam yang
saya namakan “Marhaen”. Jadi, sejak dari mulanya atau lebih tegas sejak
fase revolusioner dari gerakan nasional kita, kita harus bisa memegang
panji persatuan. Sejak dari fase revolusioner jangan kira, tadi sudah saya
peringatkan bukan, perkataan revolusioner jangan dihubung-hubungkan
dengan kekerasan senjata. Sejak dari fase revolusioner, jikalau saya boleh
mempergunakan istilah yang saya ucapkan pada pidato 20 Mei, sejak
angkatan penegas yang dengan tegas berkata: Indonesia Merdeka, itulah
satu umgestaltung van grundauf. Sejak dari fase itu kita menghadapi
persoalan mempersatukan semua revolusionnaire krachten, semua
tenaga-tenaga revolusioner, yaitu tenaga-tenaga dari segenap Marhaen;
Marhaen di dalam arti sebagai tadi saya katakan, ya buruh, ya tani, ya
pegawai, ya tukang gerobak, ya tukang nelayan, ya tukang pedagang,
semua rakyat Indonesia, yang 95%, Marhaen.
Jadi alat kita hanyalah persatuan. Jikalau kita tidak berdiri di atas
dasar ini, mungkin gerakan kita tidak berhasil. Di Uni Sovyet lain Saudarasaudara,
di sana ada kelas kapitalis, kelas proletar dan tani, bersamasama
proletar dan tani ini menumbangkan kelas kapitalis. Kita sendiri dari
macam-macam golongan tetapi kecil semuanya, ini harus kita gabung,
yaitu menentang imperialisme yang pada hakekatnya ialah finanz kapital
imperialisme. Tetapi Saudara-saudara, untuk mempersatukan segenap
golongan-golongan Marhaen ini yang terdiri dari elemen buruh, elemen
tani, elemen pedagang, elemen tukang gerobak, elemen nelayan, dan
sebagainya itu, kita tentu menghadapi beberapa persoalan. Persoalan
kepentingan dari golongan, persoalan rasa daerah, kepentingan rasa
agama, kepentingan lain-lain. Karena itu sejak mulanya di dalam ide
mempersatukan Marhaen sudah dimasukkan, terutama sekali, elemen
keaslian Indonesia, ialah gotong royong. Goton royong Goton royong yang
memang salah satu sendi dari masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu,
dan dianjurkan kepada semua golongan ini bahwa kita hanyalah bisa
menumbangkan imperialisme itu kalau kita bersatu dan berdiri di atas
dasar revolusioner. Diterangkan kepada kaum marhaen, terutama sekali
kepada kaum marhaen yang menjadi anggota partai saya, sebab kaum
Marhaen ini di mana-mana, saya bicara secara wetwnschappelijk, jangan
mengira Bung Karno memakai perkataan Marhaen itu karena mengingat
PNI dahulu. Tidak. Perkataan Marhaen itu meliputi semua. Jadi, di dalam
partai-partai yang sekarang ini, di dalam PKI, ya ada Marhaen, di dalam
partai Masyumi ya ada Marhaen, di dalam partai Nahdatul ‘Ulama ya ada
Marhaen, di dalam Gerwani ya ada Marhaen. Marhaen di dalam arti rakyat
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 42
Indonesia dari segala golongan yang kecil itu tadi, yang tidak bisa
diberikan nama kepadanya proletar.
Saya mencari satu istilah baru untuk menggambarkan kekecilan dari
rakyat Indonesia ini, meskipun jumlahnya jutaan tetapi ekonominya kecil.
Saya carikan satu perkataan, satu istilah, yaitu Marhaen. Kecil. Di dalam
arti yang demikian itu saya pakai perkataan Marhaen itu tidak dengan
ingatan kepada sesuatu partai. Marhaen dari semua golongan ini harus
dipersatupadukan. Karena itu sejak daripada semua Angkatan Penegas
berkataL harus berdiri di platform revolusioner. Apa yang dinamakan
revolusioner? Revolusioner di dalam arti Umgestaltung von Grundauf,
perubahan radikal revolusioner di dalam arti menentang kepada
imperialisme. Semua golongan yang ikut aliran zaman yang cepat, semua
golongan yang hendak menumbangkan imperialisme, semua golongan
adalah revolusioner. Ya dari buruh, ya dari tani, ya dari golongan apa pun.
Jadi, istilah revolusioner Saudara-saudara, jangan Saudara
campurkan kepada, misalnya, revolusioner harus proletar, atau
revolusioner harus orang yang berdiri di atas taraf, di atas platform
demokrasi formal atau revolusioner harus orang sosialis. Sosialis di dalam
arti bukan PSI, tetapi di dalam arti menghendaki masyarakat sama rata
sama rasa tanpa kapitalisme. Jangan dihubungkan dengan tiga hal ini.
Revolusioner tidak harus hanya orang yang berdiri di atas dasar
demokrasi formal. Revolusioner adalah tiap-tiap orang yang menentang
imperialisme, revolusioner adalah jadi tiap-tiap orang mengikuti
kehendaknya zaman yang cepat. Misalnya kalau Saudara-saudara
berkata: tidak, revolusioner harus proletar. Tidak klop, Saudara-saudara;
sebab ada juga golongan proletar yang tidak revolusioner, misalnya
gerakan kaum buruh di Inggris yang telah saya ceritakan, yang terdiri dari
proletar-proletar. Saudara-saudara. Sejak dari pemimpinnya, entah yang
namanya Mac Donald, sebutlah pemimpin Labour Party Inggris, Attlee,
sampai kepada anggota taxi driver, atau machineworker atau dockworker,
semuanya proletar. Attlee dahulu kaum proletar. Mac donald adalah kaum
buruh pertambangan batu bara, proletar. Begitu pula anggota-anggotanya,
semuanya proletar, tetapi sama sekali tidak revolusioner, sebab misalnya,
menentang kepada kemerdekaan penuh dari bangsa-bangsa, menentang
kepada gerakan antikolonialisme 100%, menentang kepda memberi
kemerdekaan kepada India, kalau boleh dipakai perkataan memberi,
sebab kemerdekaan India adalah hasil keringat rakyat India sendiri, di
dalam bentuk dominion status. Belakangan, kataku tadi, wet 1947
dominion status, tahun 1950 oleh perjuangan rakyat India sendiri, diubah
menjadi republik masih di dalam gabungan commonwealth. Jadi, proletar
Inggris, Saudara-saudara, tidak revolusioner, jadi tidak klop bahwa
perkataan revolusioner harus proletar. Demikian pula Saudara-saudara
akan berkata: revolusioner itu harus sosialis, di dalam arti tadi masyarakat
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal 43
sama rasa sama rata tanpa kapitalisme. Tidak klop lagi. Misalnya, gerakan
dari rakyat Mesir revolusioner yang sekarang memuncak kepada gerakan
di bawah pimpinan Gamal Abdel Nasser, revolusioner tetapi mereka tidak
terdiri dari kaum sosialis.
Bahkan aku pernah membaca satu uraian, seorang pemimpin besar
revolusi yang menamakan gerakan Amanullah Khan dari Afghanistan itu
revolusioner. Amanullah Khan adalah seorang raja Afghanistan yang di
dalam tahun 1926 mencoba menumbangkan imperialisme Inggris, tetapi
gagal. Amanullah Khan sama sekali bukan proletar, sama sekali bukan
sosialis, bahkan namanya Khan. Kalau bahasa Indonesia, Khan itu
barangkali namanya Raden Mas Panji Ario. Jadi tidak klop kalau kita
berkata: revolusioner harus sosialis. Demikian pula tidak klop kalau
dikatakan revolusioner harus orang yang berdiri di atas platform demokrasi
formal.
Apa demokrasi formal itu? Demokrasi yang menghendaki parlemen,
pungut suara, stem-steman, itulah yang dinamakan demokrasi formale
democratie. Dengan cara parlemen yang begini, jangan berkata bahwa
orang revolusioner hanyalah orang yang berdiri di atas platform parlemenparlemen,
pungutan suara, demokrasi formal; tidak. Seperti Amanullah
Khan itu tadi, yaitu bukan seorang demokrat formal, dia bahkan orang
Khan, seorang raja memerintah tidak dengan parlemen, tetapi toh oleh
seorang penulis revolusioner ini dinamakan revolusioner. Nah, ini Saudara,
masukkan di dalam gerakan rakyat, bahwa semua harus revolusioner,
artinya semuanya harus menentang imperialisme, sebab siapa menentang
imperialisme, buruhkah, tanikah, pegawaikah, orang dari golongan
agamakah, sosialiskah, proletarkah, demokrasi formalkah, bukan
proletarkah, bukan sosialiskah, bukan demokrasi formalkah, siapa
menentang imperialisme adalah revolusioner. Ini adalah satu slogan
pemersatu dari segenap kaum kecil Indonesia yang tadi ku terangkan.
Jadi, gerakan rakyat Indonesia ialah yang akhirnya bisa berhasil
menggerakkan 17 Agustus 1945, sebagai yang sudah saya gambarkan
pada pidato 20 Mei, demikian pula sejak 17 Agustus 1945 sampai
pengakuan kedaulatan tahun 1950 ternyata satu gerakan persatuan.
Berlainan sekali dengan gerakan India yang pada hakekatnya ialah
gerakan kaum pertengahan dan borjuis menunggangi kaum proletar,
berlainan sekali dengan gerakan revolusi Perancis, berlainan dengan
gerakan revolusi Amerika. Kita adalah satu gerakan dari seluruh rakyat
dengan dasar persatuan dan revolusioner. Nah, Saudara-saudara
mengerti sekarang background daripada paham-paham ini, dengan
background inilah Saudara-saudara dicarikan kemudian formulering
sebagai Weltanschauung agar kita dapat meletakkan negara yang akan
kita proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 itu di atasnya, yaitu
Pancasila. Pancasila kecuali satu weltanschauung adalah alat pemersatu,
Pancasila : Dari Kelahiran Hingga PBB Hal

NEGARA PANCASILA TELAH DIRUBAH DIDALAM AMANDEMEN.

Didalam Preambule dari Konstitusi UUD’45 telah menjadi kesepakatan bangsa ini untuk menbentuk Negara Bangsa adalah sebagai berikut:

"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar pada : Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia."

Preambule sendiri adalah dasar dari Konsitusi. Konstitusi bisa dirubah (diamandemen) tanpa harus ‘membubarkan’ negara itu terlebih dahulu.
Tapi bila Preambule dirubah, maka negara itu pasti ‘bubar.’
Kemudian kenapa menempatkan Pancasila, GBHN, UUD’45 dan Tap MPR dalam satu tataran? Padahal kalau dalam sistem ketatanegaraan. Pancasila jelas teratas kemudian disusul UUD’45, …., GBHN, Tap MPR, ……dstnya .
Jadi logikanya, kalau bernegara perlu suatu platform bersama, yaitu Pancasila.
Karena Platform ini adalah Landasan filosofis maka perlu penjabarannya secara garis besar, yaitu Konstitusi UUD’45. Berdasarkan (berpedoman) Pancasila dan UUD’45, maka dibentuk GBHN sebagai guidance. Realisasi dari GBHN adalah Tap MPR dan policy-nya dalam bentuk UU … dstnya PP, Keppres, Kepmen, Perda…dstnya. Ini ‘kan urutan ketatanegaraan dan di tiap negara pun pasti birokrasinya seperti itu.

Amandemen yang telah dilakukan terjadi ketidak singkronan dengan preambul UUD 45 ,dan ini berlanjut pada UU, PP, dan aturan dibawah nya .Pancasila tidak dijadikan Landasan Filosofi Pancasila atau UUD’45.
Kenapa ini bisa terjadi? Karena tidak mengertinya (atau ada pihak lain yang berkepentingan menghancurkan negara) ,para pembuat policy tidak menjadikan Preambul UUD 1945 yang didalam nya memuat Pancasila sebagai pedoman untuk amandemen .
Inilah kenapa pengertian Pancasila itu sangat penting untuk kelangsungan hidup NKRI, disebutkan bahwa negara ini didirikan berdasarkan , Ke Tuhanan Yang Maha Esa , Kemanusiaan yang adil dan beradab ,Persatuan Indonesia , Kerakyatan Yang dipimpin oleh hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / perwakilan ,serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Maka negara berdasarkan Kerakyatan Yang dipimpin oleh hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / perwakilan.. Dengan dasar tersebut maka Kedaulatan rakyat merupakan kekuasaan tertinggi dengan sistem perwakilan yang diejahwantahkan kedalam Majelis Permusyawaratan Rakyat , Di dalam MPR ini lah seuruh kepentingan rakyat bisa terwakili , baik Golongan Agama, Golongan Budaya , Golongan suku-suku , Golongan profesi dan cerdik pandai ,utusan Daerah , dan anggota DPR .
Disain ini dibuat sebab negara ini memang negara yang berbheneka tunggal eka , jadi sangat jelas bahwa Kedaulatan rakyat tertinggi ada ditangan MPR berdasarkan pada Preambul UUD 1945.
Didalam amandemen UUD 1945 para pengambil kebijakan tidak jeli melihat preambul UUD 45 sebagai sumber hukum tertinggi dinegara ini maka amandemen yang menggradasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sejajar dengan lembaga tinggi negara sangat jelas bertentangan dengan dasar yang tertuang didalam preambul UUD 1945 , proses perubahan yang sangat mendasar ini disamping bertentangan dengan preambul UUD 1945 juga tidak meminta persetujuan dari yang mempunyai kedautan rakyat , tidak meminta persetujuan rakyat melalui referendum , sebab ini tidak sekedar perubahan pasal –pasal dalam UUD 1945 tetapi sudah merubah sistem bernegara dan sistem kedaulatan rakyat .